Pada waktu menonton video kokpit pesawat yang sedang lepas landas, anda yang tidak mendalami penerbangan mungkin bertanya apa itu kecepatan "Vee One" (V1) yang diserukan oleh penerbang. Tulisan ini akan membahas apa itu V1 secara umum bagi anda dan dilanjutkan dengan pembahasan yang lebih lanjut untuk penerbang di bagian lanjutan dari tulisan ini. Hal pertama yang perlu anda ketahui huruf untuk menyatakan kecepatan dalam penerbangan biasanya memakai huruf V(velocity). V1 adalah salah satu kecepatan yang perlu diketahui oleh orang yang menghitung kinerja (performance) dari pesawat bermesin lebih dari satu.
Pesawat yang mempunyai mesin lebih dari satu mempunyai kemampuan untuk lepas landas dengan salah satu mesin mati dengan syarat panjang landasannya mencukupi.
Kalau salah satu mesinnya mati pada saat baru mulai bergerak, tentunya hampir tidak mungkin bisa lepas landas karena dibutuhkan jarak yang lebih jauh untuk mencapai kecepatan yang cukup tinggi untuk lepas landas.
Sebaliknya, landasan akan cukup untuk pesawat itu untuk berhenti.
Bagi seorang penerbang untuk mengetahui kapan dia harus berhenti atau kapan dia harus melanjutkan lepas landas pada saat salah satu mesin pesawatnya tidak bekerja, dia harus menghitung kecepatan yang disebut V1. V1 ini adalah sebuah kecepatan di mana pada kecepatan tersebut seorang penerbang bisa memutuskan pesawatnya untuk berhenti atau lanjut (STOP/GO).
Jika engine failure terjadi jauh sebelum V1 maka panjang landasan akan cukup untuk berhenti dan tidak aman untuk melanjutkan lepas landas. Sebaliknya jika engine failure terjadi setelah kecepatannya melewati V1 maka akan tidak aman untuk berhenti di atas landasan dan pesawat harus melanjutkan berakselerasi untuk lepas landas.
Bagaimana jika engine failure terjadi hanya sesaat sebelum V1? Pada kejadian seperti ini jika keputusan dan tindakan bisa diambil sebelum V1 pesawat bisa berhenti dan jika keputusan diambil setelah V1 maka pesawat harus melanjutkan lepas landas.
V1 Bukanlah Engine Failure Speed (VEF)
Yang perlu diingat oleh penerbang adalah V1 bukanlah engine failure speed tapi decision speed. Artinya jika engine failure terjadi hanya sesaat sebelum V1 dan decision diambil setelah V1, maka keputusannya harus “GO”, jika keputusannya adalah "STOP", perlu diingat panjang landasan kemungkinan besar tidak cukup untuk berhenti.
Pada awalnya definisi V1 adalah: critical engine failure speed, sehingga dipahami secara salah oleh penerbang jaman dulu bahwa jika engine failure terjadi pada V1 maka pesawat masih bisa berhenti di landasan. Pada kenyataannya jika engine failure terjadi pada saat V1 maka keputusan akan diambil setelah pesawat melewati kecepatan V1 dan konsekwensinya panjang landasan mungkin tidak cukup untuk berhenti.
Meskipun dihitung untuk kejadian engine failure, Decision speed, V1, juga dipakai untuk memutuskan apakah pesawat bisa berhenti di landasan atau tidak, jika terjadi sesuatu yang abnormal misalnya engine stall dengan/tanpa loss of thrust, tire burst, dll. Secara sederhana untuk penerbang V1 bisa didefinisikan sebagai:
- Kecepatan maksimum di mana pesawat bisa dihentikan di atas landasan dengan pengereman maksimum termasuk penggunaan spoilers dan/atau reversers.
- Kecepatan minimum di mana pesawat bisa lepas landas dengan aman jika terjadi engine failure pada critical engine.
Definisi V1 dari CASR bisa anda lihat di CASR part 1. Definitions and Abbreviations :
“V1” means the maximum speed in the takeoff at which the pilot must take the first action (e.g., apply brakes, reduce thrust, deploy speed brakes) to stop the airplane within the accelerate-stop distance. V1 also means the minimum speed in the takeoff, following a failure of the critical engine at VEF, at which the pilot can continue the takeoff and achieve the required height above the takeoff surface within the takeoff distance.”
Rejected take off: sebuah resiko
Rejected take off atau membatalkan take off pada kecepatan yang relatif rendah adalah manuver mudah. Sebaliknya, meskipun kecepatan pesawat masih di bawah V1, membatalkan take off pada kecepatan tinggi adalah sebuah resiko besar. Accelerate Stop Distance, jarak untuk berakselerasi lalu mengerem dengan maksimum dan berhenti di permukaan runway atau stop way, dihitung berdasarkan perhitungan dari flight test, bukan dengan keadaan yang sesungguhnya yang dihadapi penerbang dalam penerbangan sehari-hari. Lapisan karet (rubber deposit) yang tertinggal di landasan, kontaminasi di atas landasan, genangan air, ceceran oli, kondisi rem, kondisi ban pesawat, adalah beberapa faktor yang mempengaruhi panjang landasan yang dibutuhkan untuk berhenti. Keluar dari landasan (runway excursion) atau oleh media umum secara buta sering disebut "tergelincir keluar landasan", adalah resiko terbesar dari high speed rejected take off. Secara umum pada waktu sebuah pesawat turbojet/turbofan mendekati kecepatan V1, pesawat tersebut bergerak sejauh 60-80 meter/detik atau berakselerasi sekitar 4-8 knots perdetik. Keterlambatan sebanyak 2 detik untuk membatalkan take off dapat mengakibatkan tambahan jarak untuk berhenti sebanyak 250 meter.
Produsen pesawat udara memberikan beberapa panduan dan cara untuk menghindari resiko dari high speed rejected take off ini. Produsen pesawat Airbus dalam sebuah buletinnya menyatakan, resiko membatalkan take off setelah melewati kecepatan 100 knots adalah sangat besar. Airbus membagi fase kecepatan pesawat pada waktu take off di bawah V1 menjadi 2 segmen: kecepatan rendah dan kecepatan tinggi (low speed segment and high speed segment). Kecepatan 100 knots dijadikan batas antara dua segmen kecepatan tersebut.
Pada waktu kecepatan pesawat berada di bawah 100 knots, maka resiko membatalkan take off cukup kecil. Pada waktu melewati 100 knots, maka penerbang yang menjadi pilot non flying/pilot monitoring, berseru “100 knots”, yang artinya memberi tahu bahwa pesawat sudah memasuki high speed segment sekaligus memeriksa indikasi kecepatan yang dimiliki oleh masing-masing penerbang yang harus menunjukkan angka yang sama.
Setelah melewati 100 knots dan di bawah V1, penerbang hanya akan membatalkan take off jika keadaan memang tidak memungkinkan/tidak aman untuk melanjutkan berakselerasi, contohnya jika terjadi:
- Engine fire atau APU fire.
- Pesawat mengalami kerusakan parah (severe damage).
- Pesawat kehilangan tenaga (loss of thrust)
- Take off configuration warning.
- Tidak yakin bahwa pesawat bisa lepas landas dengan aman.
Penyebab rejected take off tidaklah terbatas pada daftar di atas. Seorang penerbang harus memutuskan dengan cepat apakah pesawat harus dihentikan atau diteruskan dengan memikirkan resikonya. Dalam buku Flight Crew Training Manual Airbus dicontohkan penerbang bisa memutuskan untuk meneruskan take off jika terjadi tire burst (ban meletus) di atas 100 knots, kecuali jika parameter mesin terganggu karena pecahan ban yang masuk ke mesin.
Sumber :