Tulisan ini adalah satu dari serangkaian tulisan mengenai stabilized approach. Artikel yang terkait adalah:
- Peran perusahaan penerbangan dalam membuat prosedur tentang stabilized approach
- Peran Flying school dalam mengenalkan stabilized approach
- Approach yang aman
Unstabilised approach dikenal sebagai penyebab berbagai kecelakaan fatal yang biasanya lalu disebut karena human error. Kecelakaan Lion Air di Solo pada 30 September tahun 2004 dan Garuda di Jogja 7 Maret 2007, yang berakibat ditahannya penerbang di penjara adalah contoh bahayanya unstabilised approach. Rangkaian tulisan ini menggunakan banyak istilah teknis penerbangan yang tidak diterangkan maksudnya, karena sasaran pembaca adalah para profesional di bidang penerbangan dan peminat dirgantara yang mengenal istilah penerbangan. Bagi pembaca awam dimohon untuk mencari sendiri arti istilah-istilah tersebut baik di situs ilmuterbang.com ataupun situs yang lain.
Peran ATC
Peran ATC dalam membantu penerbang untuk melakukan stabilised approach ini diterjemahkan secara bebas dari sebuah dokumen yang berjudul STABILISED APPROACHES GOOD PRACTICE GUIDE (klik untuk membuka file pdf) yang dikeluarkan oleh badan keamanan penerbangan sipil Perancis.
Meskipun beberapa contoh kasus adalah pada penerbangan yang membahas penerbangnya, tulisan ini mencoba lebih menitikberatkan peran ATC terutama yang dilengkapi radar dalam membantu pilot melakukan approach, dan pada bandar udara yang memiliki lebih dari satu landasan.
Makin banyaknya maskapai penerbangan yang beroperasi mengakibatkan jenuhnya lalu lintas udara terutama di fase approach dan juga polusi suara di sekitar bandar udara. Untuk mengurangi waktu approach dan suara berisik yang dihasilkan pesawat maka banyak negara menerapkan prosedur Noise Abatement. Dengan prosedur ini, maka pesawat diharapkan turun dari ketinggian jelajah mendekati bandar udara tujuan dengan mesin pada posisi idle sehingga menurunkan intensitas suara mesin.
Di beberapa bandar udara yang super sibuk, ada yang dikenal dengan nama CDA, Continuous Descent Approach. Pesawat dipandu radar dengan sasaran agar pesawat tidak terbang level tapi tetap pada keadaan descend. Jika pun harus terbang level maka approach dimulai pada ketinggian yang lebih dari biasanya. Misalnya di bandar udara di Hongkong, ILS approach dimulai pada ketinggian 4500 kaki. Sedangkan biasanya platform height ini adalah 1500-2000 kaki.
CDA ini membuat penerbang lebih sulit untuk melakukan stabilised approach karena pesawat sudah berada pada glide path yang di set di glide slope ILS pada saat kecepatannya masih tinggi dan bagi pesawat jet akan lebih sulit untuk menurunkan kecepatan pada waktu berada di glide slope dibandingkan dengan pada waktu terbang datar dan lurus (straight and level).
Biasanya target CDA ini adalah 220 knots di initial approach, 180 knots di final approach fix sampai 10-7 nm, dan 160 knots sampai 4 nm dari landasan.
Stabilisation
Berdasarkan data IATA, seperempat dari kecelakaan pada tahun 2005 adalah runway excursion (meluncur keluar landasan). Hal ini terjadi karena pesawat tidak pernah stabilised selama approach, atu bisa juga karena menjadi tidak stabilised pada fase akhir dari approach. Kecelakaan Garuda di Jogja merupakan contoh pesawat tidak pernah stabilised selama approach.
Untuk membantu pilot menjalankan stabilised approach, ATC dapat memberi waktu yang cukup untuk menjadi stabilised di final approach. Biasanya kriteria stabilised adalah paling lambat di 500 feet, pesawat dalam keadaan:
- normal attitude
- landing configuration
- approach speed
- power above idle
- landing check list completed
Berikan perubahan keadaan yang dapat mengganggu stabilised approach, seawal mungkin. Misalnya informasi perubahan angin dari headwind menjadi tailwind di runway.
Mohon maaf bahwa contoh kasus semuanya dalam bahasa Perancis. Kami belum mendapatkan terjemahan dalam bahasa Inggrisnya.
Contoh terkait: http://www.bea-fr.org/itp/events/ita6/ita6.pdf
Flight path deviations during final approach
Bagi penerbang, ATC adalah pertolongan ekstra untuk menambah keamanan dan dapat meminta bantuan ATC jika terjadi keraguan dalam penerbangan, misalnya posisi pesawat pada waktu melakukan approach.
Bagi ATC, jika terlihat pesawat melenceng dari arah seharusnya, sebaiknya harus berreaksi dan jika mungkin, sesuai dengan keadaan, menganjurkan untuk go around bagi penerbang. Dalam beberapa insiden dan kecelakaan, ATC melihat apa yang terjadi lebih awal dan seharusnya bisa memberikan respon yang lebih baik.
Contoh terkait: http://www.bea-fr.org/docspa/2004/su-f040321/pdf/su-f040321.pdf
Change of runway in use
Perubahan runway in use pada waktu sudah melakukan approach bagi penerbang adalah beresiko. ATC diharapkan menghindari perubahan runway in use yang agak terlambat pada waktu cuaca kurang baik atau pada malam hari.
Hal yang dapat membatasi penerbang adalah:
- kondisi cuaca
- approach type (contohnya NDB approach lebih sulit dibandingkan ILS approach)
- kompleksitas keadaan sekitar (contohnya melakukan ILS approach di Manado lebih sulit dari pada di Cengkareng)
Contoh:
http://www.bea-fr.org/itp/events/itaspecialans/itaspecialans.pdf
http://www.bea-fr.org/docspa/1993/d-at930106p/pdf/d-at930106p.pdf
Visual Approach
Untuk visual approach clearance ATC sebaiknya memberi waktu cukup untuk pilot melakukan briefing, dan mempersiapkan pesawat untuk approach. Berikan constraint yang ada seawal mungkin, misalnya jika ada altitude constraint ataupun route.
http://www.bea-fr.org/docspa/2005/f-ya050828/pdf/f-ya050828.pdf
http://www.aaiu.ie/upload/general/8770-0.pdf
Go Around
Pilot mempersiapkan go around pada waktu approach preparation (approach briefing, mengatur FMS, radio nav dll). Jika ATC memerlukan go around yang tidak standar, sebaiknya memberi waktu yang cukup bagi penerbang untuk bisa mengubah setting yang ada.
Usahakan tidak memberi altitude yang lebih rendah daripada published go around altitude.
External pressure
Faktor ini dikenal sebagai pemicu kecelakaan. Urusan keluarga, harus mengejar jadwal karena ada meeting yang sama dengan jadwal penerbangan, adalah contoh kasus-kasus yang memicu approach yang terburu-buru dan unstabilised..
Faktor ini juga mungkin dihadapi oleh ATC sebagai manusia biasa. Jika anda berada dalam kondisi dalam tekanan, maka akan mempengaruhi judgment dalam mengatur lalu lintas udara.
http://www.bea-fr.org/docspa/2003/f-js030622p/pdf/f-js030622p.pdf
Clearance tidak sesuai dengan kemampuan pesawat
Pada separation yang kurang jauh, kadangkala mengharuskan ATC memberi masukan pada penerbang untuk menambah kecepatannya. Pada saat melakukan approach, penambahan kecepatan akan memberi kemungkinan yang lebih besar bagi pesawat untuk menjadi tidak stabilised.
Untuk pesawat airliner, hindari memberi kecepatan lebih dari 220 knots untuk intercept extended centerline (misalnya localizer) dan hindari memberi kecepatan lebih dari 180 knots pada jarak yang kurang dari 7 nm.
http://www.bea-fr.org/itp/events/ita4/ita6.pdf
Training session
Pada saat melakukan training baik penerbang maupun ATC, semua proses approach akan menjadi lebih “under pressure” karena faktor-faktor seperti misalnya reduced aircraft separation, maintaining speed, kurangnya informasi adanya tailwind, dll.
Pada saat tidak stabilised, besar kemungkinan pilot akan melakukan go around, maka anda harus bersiap-siap untuk mendapatkan beban tambahan.
http://www.bea-fr.org/docspa/1997/f-mc971123/pdf/f-mc971123.pdf
-
approach type (contohnya NDB approach lebih sulit dibandingkan ILS approach)
-