Di dunia penerbangan ada jargon terbang itu melawan takdir. Mungkin maksudnya bukan takdir tetapi kodrat. Takdir menurut terminologi yang baku merujuk kepada suatu kepastian mutlak dariNya, jadi lebih sebagai Qada. Sedangkan Kodrat adalah ketentuan yang masih bisa dipilih dan diupayakan, jadi lebih kepada pengertian Qodar atau Kodrat. Misalnya meninggalnya manusia sudah ditentukan jam, menit, dan detiknya (Qada), tetapi bagaimana cara meninggalnya itu tergantung pada manusia dalam memilih dan menjalani hidupnya (Qodar), bisa dengan cara terbunuh kalau memang dia saatnya meninggal sedang berkelahi, bisa dengan cara meninggal karena penyakit kalau memang dia tidak pernah menjaga kesehatannya, dan bisa juga karena tabrakan kalau memang tiba ajalnya dia sedang ngebut atau ugal-ugalan di jalan, dsb.

Jadi menurut penulis, jargon itu yang benar adalah berbunyi: terbang itu melawan kodrat.  Memang betul manusia itu hidupnya di darat, tapi Yang Maha Kuasa memberi kebebasan yang sebebas-bebasnya kepada manusia untuk dapat hidup di mana saja di jagat raya ini dengan kendala, keterbatasan, hukum-hukum, dan mekanismenya, baik menurut ketentuanNya maupun yang diketahui melalui eksplorasi dan pelelitian-penelitian manusia terhadap masalah-masalah itu.

 

Pengertian terbang melawan kodrat itu lebih kepada konteks membangun kesadaran yang amat tinggi pada manusia, yaitu bahwa manusia secara kodrati hidup di darat. Jadi kalau manusia mau hidup selain di darat (di udara juga laut, atau di tempat-tempat ekstrim lainnya misalnya), maka manusia harus hati-hati dan tidak boleh ada celah atau peluang untuk kesalahan sedikitpun karena bisa berakibat fatal.

 
 

 

Jadi jargon terbang melawan kodratitu lebih kepada tataran filisofis, dan dari sanalah kita dapat menderivasi dan memetik hikmahnya dalam tataran praktis sehingga ilmu penerbangan maju dan berkembang. Implikasinya adalah bahwa terbang (juga menyelam dan melanglang ke tempat-tempat ekstrim lainnya) itu membutuhkan: kesiapan fisik, mental, dan kemampuan penerbangnya (qualified crew), membutuhkan wahana (certified airplan), sarana dan prasarana yang mendukung (standardized facilities and supporting facilities), dan prosedur yang berlaku, baku dan teruji (standard/standing operating procedure), serta peraturan dan perundangan (regulation) yang dipatuhi oleh semua pihak. Keseluruhan aspek itu berorientasi pada keamanan yang tinggi dalam arti mampu memberikan hasil yang optimal secara aman, nyaman, dan selamat dalam  memobilisasi manusia dari suatu tempat ke tempat lainnya secara cepat, tepat, handal dan terpercaya.

 
 

Kita tahu bahwa kita hidup di era globalisasi yang salah satu pendobrak lahirnya era ini adalah adanya teknologi transportasi yang semakin maju. Dengan majunya terknologi transportasi maka tidak ada lagi tempat di muka bumi ini yang tidak dapat dijangkau oleh mobilisasi manusia. Di era globalisasi transportasi sekarang ini seseorang dapat melakukan perjalanan ke mana saja dan kapan saja tanpa merasa dibatasi lagi oleh dimensi ruang dan waktu. Satu-satunya hal yang mampu membatasinya adalah faktor keselamatan. Setelah itu lalu disusul oleh faktor keamanan, dan terakhir kenyamanan.

 
 

Jadi di era kebangkitan moda transportasi penerbangan yang sedang menjadi trend mobilitas manusia sekarang ini, kita tidak boleh punya anggapan bahwa yang penting semua orang bisa terbang dengan mengurangi atau bahkan mengabaikan faktor keselamatan dan keamanan yang tinggi, apalagi syukur-syukur juga bisa memberikan kenyamanan dan rasa puas yang pada gilirannya menimbulkan rasa bangga kepada penggunanya. Untuk mencapai semua hal ini tentu harus di dukung oleh kerja keras dan perjuangan yang tiada henti dan tanpa mengenal lelah dari seluruh insan penerbangan di Indonesia. Semoga..

 
 

Jayalah Penerbangan Indonesia. Salam Ilmuterbang..