Bagi kebanyakan siswa flying school yang dalam tahap pre-solo, merasakan terbang solo merupakan saat yang sangat dinanti. Terbang sendiri tanpa didampingi Flight Instructor (FI) merasakan sensasi sebagai Pilot In Command walaupun di pesawat kecil. Merasakan fase-fase rolling sampai touch down kembali kemudian touch and go lagi. Tapi bagi saya sendiri terbang solo tidak semudah yang di bayangkan, banyak yang harus kita perhatikan: traffic, weather, dan check point.

Awareness terhadap traffic, weather, dan check point ini hal yang menurut pengalaman saya sangat penting ketika kita akan terbang solo. Dengan jam solo yang masih sedikit, tentu hal-hal yang sedikit saja “ANEH” pada pesawat kita saat terbang bisa membuat kita cemas. Saya rasa dari beberapa rekan-rekan di sini pernah mengalami apa yang saya rasakan selama terbang.  Berikut pengalaman saya selama training solo circuit :

 

Weather

Pada saat saya melaksanakan 2nd Solo visibility saat itu dilaporkan di atas 5 km. Saya sebenarnya tidak begitu yakin juga ini di atas 5 km, karena sebelumnya saya dual dulu 45 menit dengan FI untuk check for 2nd solo saat itu untuk melihat runway di base leg saja sudah sangat susah. Akhirnya FI saya memutuskan untuk menunggu sebentar sampai visibility mulai membaik.

Siang hari sekitar 11.30 Local Time saya di release untuk 2nd Solo, visibility memang sudah mulai membaik, tapi permasalahan bukan di situ. Siang hari merupakan saat terik matahari artinya ada thermal yang naik dan ini nanti akan membentuk awan. Betul, dugaan saya saat posisi pesawat ada di downwind dengan altitude 1000 feet, cruise dengan settingan 2100 RPM (Cessna-172), tiba-tiba altitude saya naik 200 feet, airspeed naik lebih dari 100 knot (Manuvering speed C-172 KIAS 99 knot). Ini hal yang tidak lazim, saat itu saya tidak ada menarik yoke. Selain itu juga biasanya ketika kita nose up airspeed akan sedikit berkurang ini malah bertambah. Dengan segera saya reduce power tentu dengan harapan pitch dari pesawat tidak lagi nose up, dan airspeed akan sedikit berkurang. Hal ini cukup berhasil mengurangi kecemasan saya, tapi ini belum berakhir

 

Saya melanjutkan sampai ke base leg descent ke 750 feet, dan bersiap turning ke final untuk touch and go. Sampai final saya report ke towerPapa Kilo Bla..Bla..Bla.., position on final”. Tower kemudian menjawab “Papa Kilo Bla..Bla..Bla..,clear for touch and go”.

 

Oke,  berarti saya sudah dapat clearance untuk touch and go, Flap full down, landing light on”. Fokus saya saat ini adalah maintain speed dan maintain slope tiba-tiba pada posisi short final, Vertical Speed Indicator (VSI) yang sebelumnya menunjukkan down 500 feet/second berubah up 100 feet/second pesawat yang pada posisi descent ini malah climb lagi. Ini apa lagi dalam hati saya pesawat malah tidak mau descent ini kalau saya biarkan approach saya too high dan bisa saja overshoot. Saya reduce power supaya bisa descent sambil sedikit mendorong yoke ke depan dengan harapan dapat kembali ke slope yang di harapkan. Yah..walaupun dengan slope yang sedikit berantakan, tapi saya bisa landing dan melanjutkan touch and go kembali.

Traffic dan Check point

Pada saat kita terbang solo, kadangkala kita tidak sendirian di circuit. Saya pernah mengalami di circuit ada empat traffic (ada empat pesawat di circuit). Artinya kita harus pintar menjaga separation dan tetap maintain visual untuk melihat di mana posisi traffic berada. Dengan situasi seperti ini tower biasanya memberikan follow traffic ahead. Normal pattern circuit kita juga bisa jadi berubah karena mengikuti traffic. Check point kita untuk turning base leg, ataupun final sudah tidak berlaku lagi karena kita di haruskan long downwind. Yang harus kita perhatikan maintain visual kalau sudah passing abeam traffic baru kita boleh turning. Saya pernah mengalami posisi long downwind yang baru saya lewati sampai runway saja sudah tidak terlihat. Sempat cemas juga rasanya saat itu jauh sekali pattern ini check point di ground saja saya tidak terlalu familiar.

Dengan jam solo yang masih minim pengalaman solo di atas cukup membuat saya cemas juga saat terbang. Terbang solo itu memang menyenangkan, ada perasaan bangga bisa mengendarai pesawat seorang diri. Tapi di balik itu semua sebagai makhluk sosial yang membutuhkan orang lain, terbang sendiri melayang satu jam di udara cukup membuat anda garing. Tidak ada yang bisa di ajak ngobrol, bercanda. Jadi, bagi teman-teman yang akan bersiap masuk tahap solo selalu berdoa, be carefull dengan semua traffic, weather.