Penulisan artikel ini dibuat oleh penulis dengan tujuan untuk setidaknya dapat meningkatkan kesadaran para penerbang akan pentingnya menjaga iklim kerja dengan cara mendukung satu sama lain. Dengan kata lain ada mutual respect (saling menghormati).

Sebelumnya, penulis sudah pernah mendapatkan pelajaran mengenai sikap-sikap yang berbahaya dan tahu penawarnya. Namun ternyata masih dialaminya karena apa yang pernah dialami dan diterima saat bertugas di suatu penerbangan, membuat penulis terlarut dalam sikap yang sungkan untuk mengutarakan apa yang ada di pikirannya, yang kemungkinan besar dapat mengubah hasil akhir menjadi lebih aman.

Crew Resource Management (CRM), di dalamnya juga mempelajari mengenai sikap berbahaya 'Hazardous Attitudes'. Sikap tersebut harus dipelajari supaya penerbang dapat mengenalinya, karena jika tidak dikenali maka dapat memberikan kontribusi dalam pembuatan keputusan-keputusan yangkurang bijak oleh penerbang.

ilmuterbang.com/artikel-mainmenu-29/teori-penerbangan-mainmenu-68/428-sifat-manusiayang-berbahaya-hazardous-attitude

Resignation / pasrah

Dialami saat seseorang merasa dirinya tidak memiliki kuasa untuk mengubah keadaan atau mengkoreksi sesuatu. Dapat disebabkan karena kurang pengetahuan, kurang keberanian serta merasa tertekan dengan suasana kerja yang ada.

Apakah hal non-teknis di atas pernah menjadi faktor penyumbang dari suatu kecelakaan fatal?

  • Kejadian pada penerbangan Korean Air Cargo KE8509, faktor komunikasi antar sesama penerbang diduga menjadi salah satu dari sekian banyak rantai kejadian. [www.flightsafety.org]
  • 1 Boeing 747 lepas landas lalu menabrak 1 Boeing 747 lain yang masih berada di landasan. Kejadian di Tenerife, Spanyol. Faktor non-teknis (Hubungan antara pemimpin penerbangan dengan subordinatnya) diduga menjadi salah satu faktor yang memiliki kontribusi. [www.flightsafety.org]

Pernahkah anda mengalaminya? Penulis saat itu merupakan seorang First Officer / Kopilot. Membagikan pengalaman tugasnya yang mungkin dapat menjadi pembelajaran bagi kita, baik anda seorang pemimpin ataupun subordinat. Berikut pengalaman yang dituliskan.

-----------------------------------------------

Di awal tahun 2016, saya ditugaskan untuk menerbangkan rute menuju kota Beijing. Penerbangan dimulai pada malam hari dan direncanakan tiba di bandara tujuan sebelum matahari terbit. Sebelumnya, saya telah memiliki pengalaman tugas dengan pasangan terbang saya. Beliau merupakan penerbang senior yang dikenal tidak banyak bicara dan saya bukanlah seseorang yang dapat dengan mudah untuk mencari topik pembicaraan.

Gambaran tiga landasan yang tersedia di bandara tujuan di kota Beijing

Dimulai dari persiapan penerbangan di Flops (Flight Operations). Bandara Capital di Beijing memiliki 3 landasan. Berdasarkan briefing dengan FOO (Flight Operations Officer) dan mengacu pada perkiraan waktu tiba, maka landasan yang mungkin digunakan untuk pendaratan adalah 36R dan 01.

Berdasarkan pada NOTAM (Notice To Airmen) dituliskan juga bahwa landasan 36L akan tutup dari jam 1800z hingga 2200z. Dari pengalaman, umumnya pendaratan dilakukan di landasan 36R jika 36L tutup.

Berangkatlah kami menuju ke kota Beijing dengan perkiraan lama penerbangan sekitar 7 jam. Semua berjalan normal sembari menikmati suasana kerja yang syahdu karena sunyi menuju bandara Capital. Saya saat itu bertugas menjadi Pilot Monitoring (PM). Beberapa kali saya berusaha untuk mengajak bicara pasangan terbang saya, namun sepertinya tidak berhasil menemukan topik pembicaraan yang disukainya dengan mendapatkan balasan yang sangat singkat dari lawan bicara.

Saat-saat yang dinantikan pun tiba, waktu untuk mempersiapan pendaratan. Kesunyian pun hilang untuk beberapa saat. Mengacu pada NOTAM dan briefing yang diberikan, beliau mempersiapkan pendaratan untuk landasan 36R. Didukung dengan informasi dari ATIS saat itu, yang mengatakan landasan 36R digunakan untuk pendaratan. Rencana kedua adalah jika pendaratan dilakukan di landasan 01.

Chart pendaratan di landasan 36R


Saat pesawat turun melintasi ketinggian 15,000', kami diminta untuk pindah frekuensi radio ke Approach Controller. Setelah menjalin komunikasi, kami mendapat arahan untuk mendarat di landasan 36L. Kapten sebagai Pilot Flying (PF) memerintahkan saya untuk mengubah persiapan MCDU (Multifunction Control Display Unit) untuk landasan 36L. Karena perubahan ini maka Approach briefing dilakukan dengan singkat, tidak sematang perencanaan untuk pendaratan di landasan 36R.

Chart pendaratan di landasan 36L

ATC menginstruksikan pesawat untuk turun ke ketinggian 900 meter / ±3,000 kaki. PF menurunkan pesawat dengan mengikuti referensi kecepatan pesawat saat itu menggunakan fitur Open Descent (Level change pada pesawat Boeing / IAS mode pada pesawat ATR). Descent tidak mengikuti sudut penurunan sebesar 3° yang telah dihitung oleh perangkat Flight Management saat itu. Jadi posisi pesawat berada di bawah profil vertikal jika menggunakan sudut 3°. Guna memanfaatkan waktu yang ada, saya terus memeriksa semua persiapan untuk pendaratan di landasan 36L karena waktu persiapan yang cukup singkat. Ditambah juga saya tidak terlalu kenal dengan bandara tujuan.

Setibanya di ketinggian 3,000', saya memberitahukan kepada PF jika ketinggian IAF (Initial Approach Fix) di chart, lebih tinggi dari ketinggian pesawat saat itu. Namun tidak ada reaksi atau balasan dari pasangan terbang saya. Tak lama kemudian, PF menanyakan kepada saya jika mulai turun pada jarak D20.9 dari SZY VOR. Dengan pengamatan singkat pada chart, saya membenarkan pertanyaan tersebut.

ATC memberikan kami izin untuk melakukan ILS Approach.

PF meminta saya untuk menurunkan Flaps. Saya sempat melihat jarak pesawat terhadap landasan yang masih terlalu jauh untuk melakukan penurunan Flaps untuk ketinggian pesawat kami saat itu. Namun berdasarkan dari interaksi yang saya alami selama 7 jam ke belakang, saya pun mengurungkan niat untuk mempertanyakan permintaan tersebut dan menganggap beliau memiliki pertimbangan lain.

Sekitar jarak D23 SZY, PF mengatakan bahwa tidak ada indikasi Glide Slope pada PFD (Primary Flight Display) dan hanya Localizer yang berhasil ditangkap oleh pesawat. Saat itu saya terlarut untuk memikirkan apa yang salah.

Mendekati jarak D20.9 SZY, PF menyiapkan fitur 'Bird' atau Track/FPA (Fitur otomatisasi pesawat untuk mengikuti Track yang ditentukan, bukan heading dan sudut dalam derajat untuk profil vertikal, bukan mengikuti berapa kaki per menit). Hal ini dilakukan tanpa memberitahukan alasannya. Saya tidak paham akan apa yang dilakukan, mengingat akan melakukan ILS Approach. Namun kembali lagi, sepertinya saya sudah kehilangan semangat untuk mempertanyakan hal tersebut.

Pada jarak D21.2 SZY, PF mulai menurunkan pesawat serta mempersiapkan pesawat dengan konfigurasi untuk pendaratan.

ATC menegur kami dengan memberitahukan untuk tetap berada di 3,000'. Saya membalas pesan tersebut dan menjadi bingung, begitu pula pasangan terbang saya. Namun PF tetap menurunkan pesawat dengan sudut 3° untuk pendaratan sambil mempertanyakan apa maksud dari ATC karena di waktu yang sama kami harus menurunkan ketinggian untuk pendaratan.

Di saat itu beban kerja karena tidak sadar / paham akan apa yang terjadi, dengan cepat menjadi tinggi karena banyak yang dipikirkan. Dari indikasi Glide Slope yang tidak muncul di PFD sampai dengan harus kembali naik ke 3,000 kaki di mana kami harus melakukan pendaratan.

Dibutuhkan waktu beberapa saat sampai akhirnya PF memutuskan untuk melakukan prosedur go-around untuk membatalkan proses approach pada ketinggian sekitar 1,000' / sekitar 304m.

ATC memberikan kami arahan untuk melakukan approach yang kedua kalinya. Tentunya dengan nada yang cukup tinggi dan mempertanyakan mengapa kami turun dari ketinggian 3,000' dan tidak segera naik ke 3,000' saat diperintahkan tadi.

Selama proses go-around tersebut, PF kerap kali bertanya kepada saya dan seperti tidak menerima apa yang ATC katakan. Beban kerja saya saat itu bisa dikatakan tinggi, karena harus memantau profil pesawat saat go-around, memastikan prosedur tidak ada yang terlewatkan serta berkomunikasi dengan ATC.

Seketika itu, efek dari adrenalin membuat saya menjadi lebih bertenaga untuk bersuara. Saya pun terpaksa untuk memotong pembicaraan PF dan mengingatkan untuk menerbangkan pesawat terlebih dahulu dan menunda pembahasan tentang apa yang terjadi.

Saat pesawat berada pada fase yang cukup tenang dan beban kerja sudah mulai berkurang, saya coba menganalisa dengan singkat akan apa yang tidak tepat. Sebagai pembaca, mungkin anda sudah dapat dengan cepat menyadari apa yang terjadi. Pada saat itu saya masih harus menelusuri ulang dengan melihat chart landasan 36L kembali. Tidak perlu lama bagi saya untuk menyadari apa yang salah saat itu.

Chart landasan 36L


Pesawat turun dari ketinggian 3,000' pada jarak yang tidak seharusnya (terlalu awal). Karena pesawat sudah berada pada ketinggian 3,000', jauh sebelum D20.9 SZY. Maka titik penurunan seharusnya berada pada jarak ± D12 SZY, bukan D21.2 SZY seperti yang kami lakukan pada saat itu

Tanpa disadari ternyata saya mengalami sikap yang berbahaya, yaitu pasrah (Resignation). Merasa seperti sudah tidak memiliki kuasa untuk melakukan perubahan. Serta berasumsi jika pasangan terbang saya tahu apa yang dilakukannya. Dari pengalaman terbang sebelumnya dan yang terjadi saat penerbangan ini, saya menjadi lelah dan enggan untuk berkontribusi karena merasa diri saya tidak memiliki daya untuk memberikan masukan kepada pasangan terbang saya karena sulit untuk menjalin komunikasi dengan PF.

Mari kita melihat ke belakang kejadian ini karena ada serangkaian peristiwa yang membuat hal di atas
terjadi. Jika dijabarkan, berikut yang dapat saya temukan:

  1. Pesawat Go-around karena unstable approach.
  2. Unstable approach dikarenakan pesawat berada di bawah ketinggian yang seharusnya.
  3. Pesawat berada di bawah ketinggian yang seharusnya. Kenapa? Karena penerbang memberikan perintah kepada pesawat untuk turun pada jarak D21.2 SZY dari ketinggian 3,000' dengan sudut penurunan sebesar 3°.
  4. Mengapa penerbang berinisiatif untuk turun dari 3,000' pada D21.2 SZY? Karena jawaban dari PM saat ditanyakan oleh PF mengenai kapan mulai turun dari 3,000' dianggap menjadi konfirmasi bahwa tindakan yang akan dilakukan adalah benar.
  5. Saat approach, ATC memberikan instruksi untuk kembali ke 3,000'. Mengapa tidak segera kembali? Kedua penerbang meyakini apa yang dilakukannya adalah benar dan untuk mengikuti profil penurunan 3°.
  6. Mengapa PM memberikan masukan yang kurang tepat terhadap pertanyaan PF mengenai kapan mulai turun dari 3,000'? Perubahan rencana pendaratan oleh ATC membuat persiapan kedua penerbang menjadi tidak sempurna karena dilakukan pada saat-saat pesawat sudah memasuki Terminal Area. Persiapan pendaratan sebelumnya adalah mempersiapkan 2 landasan yang ternyata tidak digunakan untuk pendaratan. Ditambah dengan beban pikiran yang memikirkan mengapa indikasi Glide Slope tidak muncul pada PFD sang PF.
  7. Mengapa tidak meminta holding untuk melakukan persiapan ulang? Saya sempat terpikirkan untuk meminta holding, namun saya urungkan niat tersebut karena menganggap bahwa ide saya pasti akan ditolak dengan alasan tidak perlu (berasumsi).
  8.  Apakah ada hal lain sebelum itu yang mungkin dapat mencegah hal tersebut terjadi? Ada!
    Masih ingatkah anda pada saat saya mengurungkan niat untuk menanyakan mengapa meminta penurunan flaps di mana posisi pesawat dengan ketinggian saat itu, relatif masih jauh terhadap landasan? Seandainya saya memberitahu jarak pesawat masih jauh dari landasan, kemungkinan hasilnya akan berbeda.

“The antidote for Resignation: I'm not helpless, I can make a difference.”
Dengan kata lain, anda dapat membuat perbedaan dengan membagikan informasi sekecil apapun kepada pasangan terbang anda. Jika menyangkut soal keselamatan, tidak perlu ragu-ragu.
Lakukanlah! Sebagai tindakan untuk memeriksa jika pasangan terbang anda masih sadar akan apa yang dilakukannya.

Apakah hanya itu saja yang saya alami? Ternyata tidak.
Persiapan yang kurang dan terburu-buru, menjebak kedua penerbang menjadi tidak teliti dalam proses approach, serta Situational Awareness terhadap posisi pesawat saat itu juga menambah rantai kejadian. Di sini kami terkena sikap yang berbahaya “Impulsivity” (Terburu-buru).

“The antidote for Impulsivity: Not so fast, think first!”
Jika terburu-buru, ingatlah untuk ambil napas dan berpikir kembali apakah yang akan dilakukan sudah akurat? Pikirkanlah kembali! Menunda, mungkin dapat menjadi pilihan yang bijak untuk situasi tertentu.

Kejadian di atas dipengaruhi oleh banyak sekali faktor-faktor yang mempengaruhi hasil akhir. Mulai dari mengantuk karena jam kerja yang tidak umum, ditambah dengan kejenuhan karena kurang interaksi, kurang persiapan saat terjadi perubahan rencana pada menit-menit akhir, terburu-buru untuk melanjutkan proses pendaratan, terlalu fokus terhadap sesuatu sehingga melupakan indikasi-indikasi lain sampai dengan merasa pasrah dan sungkan untuk menyampaikan apa yang ada di pikiran.

Pentingnya peran seorang pemimpin tidak dapat dipungkiri. Semua subordinat akan melihat kepada pemimpinnya. Bagaimana cara memimpin rekan kerjanya, akan menentukan hasil akhir dari suatu misi penerbangan. Mungkin selama semuanya berjalan rutin dan normal, tidak ada hasil yang signifikan. Namun pada saat ada sesuatu yang berjalan di luar biasanya atau di luar kewajaran, hasil akhir akan sangat ditentukan oleh iklim kerja yang tercipta di ruang kemudi.

Di satu kelas CRM yang saya hadiri, ada seorang peserta yang mengatakan bahwa “Takut mengingatkan, tidak sama dengan bentuk hormat kepada seorang pemimpin. Bentuk menghormati seorang pemimpin adalah dengan mengingatkan jika apa yang dilakukannya, ada yang tidak sesuai dengan yang seharusnya”. Saling menjaga keberadaan masing-masing barulah merupakan manifestasi dari rasa hormat.

Mungkin tidak mudah untuk mempraktekkan hal di atas bagi beberapa dari kita. Karena sebelumnya, pastikan kita telah memiliki 'amunisi' berupa pengetahuan yang cukup akan apa yang hendak kita sampaikan. Selama kita berkomunikasi dengan individu yang berbeda, maka apa yang ditangkap mungkin akan berbeda dengan apa yang ingin disampaikan. Tergantung dari bagaimana persepsi masing-masing individu terhadap rekan kerjanya dan situasi saat itu. Namun di situlah seni berkomunikasi dan karena kita manusia. Dipengaruhi oleh banyak faktor yang terjadi di sekitar kita.

Have a safe flight Ladies and Gents.
Referensi:
http://www.cfinotebook.net/notebook/aeromedical-and-human-factors/hazardous-attitudes
https://aviation-safety.net/database/record.php?id=19991222-0
https://aviation-safety.net/database/record.php?id=19770327-0