Definisi Energi

Ilustrasi: Sistem siklus energi di bumi

http://alternativeenergyatunc.files.wordpress.com/2010/10/bioenergy-cycle-med2.jpg

Jumlah energi yang tersedia di alam semesta ini selalu sama. Energi tidak hanya berbentuk dalam satu wujud melainkan dalam berbagai macam wujud seperti energi panas, energi listrik, energi mekanik, dan energi kimia. Oleh karena itu meski wujudnya berbeda, jumlah energi didefinisikan dalam satu satuan. Satuan energi yang biasa dipakai yaitu Joule (J), British Thermal Unit (BTU), dan kalori (kal). Peristiwa ini dikenal sebagai hukum kekekalan energi.

Energi dapat berubah dari satu wujud ke wujud yang lain. Agar bisa berubah menjadi wujud lain, energi harus melalui suatu proses tertentu. Oleh karena itu diperlukan suatu alat yang secara spesifik mengubah bentuk energi (sering disebut sebagai alat konversi energi). Contoh sederhana: energi listrik dapat diubah menjadi energi panas maupun energi mekanik. Dengan alat berupa kompor listrik, energi listrik dapat diubah menjadi energi panas. Jika kita ingin mengubah energi listrik menjadi energi mekanik, kita membutuhkan alat lain, yaitu motor listrik. Dalam proses konversi, tidak semua energi yang masuk ke alat dapat dikonversi menjadi bentuk yang diinginkan. Itu adalah salah satu karakteristik alat konversi energi. Karakteristik tersebut sering disebut sebagai efisiensi. Efisiensi adalah perbandingan antara jumlah energi yang dapat dikonversi dengan energi yang masuk.  Semakin besar perbandingan jumlah energi yang dapat diubah, maka semakin besar pula efisiensi alat tersebut.

Bumi merupakan alat konversi energi yang sangat handal. Bisa dikatakan seluruh energi (dalam bentuk apapun) yang terdapat di bumi bersumber dari matahari. Melalui “alat” dan “sistem” konversi yang ada bumi, energi dari matahari dapat diubah menjadi bentuk energi yang bisa kita gunakan untuk kenyamanan kita hidup di bumi seperti bahan pangan, tumbuhan, dan sumber energi dari alam. Sumber energi yang sekarang banyak digunakan seperti minyak, gas alam, dan batubara pada dasarnya adalah energi matahari yang melalui proses panjang dan lama masuk dan tersimpan di dalam suatu material yang akhirnya sekarang kita sebut bahan bakar (sumber energi) fosil.

Permasalahan Energi dan Usaha Menjawabnya

Seiring berjalannya waktu, pemanfaatan sumber energi semakin rumit. Teknologi pemanfaatan bahan bakar semakin berkembang dan penemuan bahan bakar fosil semakin pesat. Dahulu kala, manusia hanya memanfaatkan kayu sebagai sumber bahan bakar. Pada saat ini manusia tidak hanya memanfaatkan kayu, namun juga memanfaatkan bahan bakar fosil. Pada saat ini tantangan utama yang dihadapi oleh sistem energi di dunia adalah ketahanan energi dan efek pemakaian energi terhadap lingkungan.

Semakin lama kebutuhan energi semakin besar dan ketersediaan bahan bakar fosil semakin sedikit. Diperkirakan dalam beberapa waktu ke depan ketersediaan bahan bakar fosil tidak dapat memenuhi kebutuhan. Akhirnya urusan tentang energi terbarukan mulai mendapat perhatian. Peralihan sumber energi dari energi fosil menjadi energi terbarukan merupakan suatu tantangan untuk menyelamatkan ketahanan energi. Penggunaan energi terbarukan juga diharapkan dapat mengurangi efek buruk penggunaan bahan bakar terahadap lingkungan.

Proses peralihan bahan bakar fosil menjadi bahan bakar terbarukan memang tidak mudah. Bahan bakar fosil sudah digunakan selama sekitar seratus tahun terakhir sehingga mesin-mesin dan teknologi konversi energi yang tersedia luas dan terus dikembangkan adalah teknologi konversi yang memengonsumsi bahan bakar fosil. Oleh karena ini, untuk menjamin kesinambungan penyediaan energi selama masa peralihan, diperlukan sumber daya terbarukan yang dapat dikonsumsi oleh mesin-mesin dan teknologi konversi yang sudah tersedia luas tersebut. Proses pencarian sumber daya terbarukan mengidentifikasi bahwa sumber daya nabati merupakan pilihan terdepan karena biomassa adalah satu-satunya sumber energi terbarukan yang memiliki sifat serupa dengan sumber daya fosil dan dapat menjadi sumber penyediaan bahan bakar terbarukan berkualitas tinggi.

Seiring dengan terus berjalannya pengembangan teknologi terbarukan. Industri energi juga terus mengembangkan teknologi konversi bahan bakar fosil non-cair menjadi bahan bakar cair: Coal to Liquid (CTL) dan Gas to Liquid (GTL). Salah satu industri energi yang sudah lama menerapkan teknologi ini adalah Sasol Ltd.

Sumber energi terbarukan dari biomassa seperti pemaparan di atas bukanlah tujuan final, melainkan hanya sebagai penyangga pada saat masa peralihan dari bahan bakar fosil menuju bahan bakar baru dan terbarukan. Sumber energi baru dan terbarukan yang paling utama adalah sumber energi selain dari biomassa seperti panas bumi, tenaga angin, energi arus, gelombang dan termal laut. Sumber energi tersebut tersedia sangat melimpah. Namun, sumber energi tersebut hanya bisa mudah dikonversi menjadi listrik. Ada dua pilihan agar energi tersebut dapat dimanfaatkan. Pilihan pertama mesin-mesin dan teknologi konversi energi harus menyesuaikan dengan sumber energi berupa listrik. Atau, pilihan kedua perlu proses konversi lanjutan untuk mengonversi listrik menjadi bahan bakar cair. Proses konversi yang saat ini berpotensi digunakan dan terus dikembangkan adalah teknologi reduksi elektrokimia CO2 menjadi metanol (CH3OH).

CO2 + 2H2O + Listrik  CH3OH + 1 ½ O2

Metanol dipilih sebagai target produk karena metanol adalah bahan kimia dasar dan bahan bakar sekunder serbaguna yang dapat dikonversi menjadi berbagai macam bahan bakar cair (lihat Gambar 1).

Gambar 1  Aneka bahan bakar final turunan dari metanol (Soerawidjaja, 2013)

Energi Baru dan Terbarukan untuk Industri Penerbangan

Pada saat ini pengembangan bahan bakar terbarukan untuk pesawat terbang (selanjutnya disebut biojet) mendapatkan perhatian dari banyak pihak, salah satunya adalah IATA (The International Air Transport Association). IATA menyatakan bahwa pada tahun 2017 ditargetkan 10% persediaan bahan bakar pesawat bersumber dari sumber daya terbarukan (Anonim, 2011). Beberapa maskapai juga telah bekerja sama untuk mencapai tujuan tersebut. Sebagai contoh, British Airways, SAS, Gulf Air, Cathay Pasific, New Zealand, dan beberapa maskapai bekerja sama dalam satu grup bernama Sustainable Airline Fuel Users Group (SAFUG) untuk peninjauan peluang bahan bakar nabati untuk pesawat (www.safug.org).

Pada saat ini memang penerbangan menggunakan bahan bakar terbarukan dirasa masih belum ekonomis. Berdasar data pada tahun 2012, harga biojet masih tiga kali lebih mahal (US$15/gallon) dari pada harga bahan bakar pesawat konvensional (US$4/gallon) (www.biofuelsdigest.com). Hal ini terjadi karena pada saat ini teknologi pembuatan biojet belum handal (efisiensi energi rendah dan kondisi operasi ekstrem) sehingga harga produk masih cukup mahal. Hingga saat ini, teknologi dan industri pembuatan biojet terus dikembangkan. Beberapa perusahaan yang bergerak di bidang ini antara lain Neste Oil, Honeywell UOP, dan Solena.

Penyebab lain belum ekonomisnya biojet adalah belum adanya jaminan ketersediaan bahan baku dan stabilitas harga bahan baku dari pemangku kebijakan. Tidak adanya jaminan bahan baku memiliki dampak besar dalam industri biojet. Hal ini terjadi karena faktor bahan baku sangat mempengaruhi kinerja industri biojet. Setelah dilakukan simulasi sederhana industri pembuatan biojet dari minyak sawit, didapatkan hasil bahwa sensitivitas ekonomi bahan baku sangatlah tinggi. Biaya bahan baku menyumbang hingga 60% dari total biaya produksi (Hantoko, D., & Adnan, M.A., 2013). Oleh karena itu, jika terjadi goncangan sedikit saja pada bahan baku, itu akan mengakibatkan goncangan luar biasa pada industri biojet. Sebenarnya permasalahan bahan baku ini bukan hanya terjadi pada biojet, namun juga pada bahan bakar nabati lainnya seperti bioetanol dan biodiesel.

Ilustrasi: Penerbangan komersial pertama di Australia berbahan bakar biojet (Qantas Airways) http://safug.org/assets/img/case-studies/qantas/engine.jpg

Meski saat ini biojet masih kurang menarik, beberapa penerbangan mulai mencoba menggunakan bahan bakar nabati untuk menerbangkan pesawatnya. Salah satunya adalah Qantas Airways. Pada 13 April 2013 salah satu penerbangan komersial milik Qantas dengan pesawat Airbus A330 terbang dengan sumber energi bahan bakar nabati yang diproduksi dari minyak goreng bekas. Penerbangan ini menggunakan campuran bahan bakar nabati dan bahan bakar konvensional dengan perbandingan 50:50 (www.safug.org).

Pengembangan teknologi ini memang tidak mudah. Agar bahan bakar nabati dapat digunakan sebagai bahan bakar pesawat, karakteristik bahan bakar nabati harus (minimal) sama dengan bahan bakar konvensional. Karakteristik standar bahan bakar pesawat Jet A-1 dimuat dalam ASTM D 1655. Tabel 1 menampilkan cuplikan spesifikasi salah satu bahan bakar nabati produk Honeywell UOP disandingkan dengan karakteristik ASTM D 1655 sebagai acuan pembanding (Ray, A., 2012).

Tabel 1  Spesifikasi bahan bakar nabati produk Honeywell UOP

Parameter

ASTM D 1655

(Jet A-1)

Honeywell Green Jet Fuel

Aromatics, (% volume)

25% maksimal

<3%

Sulfur, (% massa)

0,3% maksimal

<0,001%

Flash point, oC

min 38

45

Densitas pada 15 oC, kg/m3

775 – 840

760,8

Freezing point, oC

-40

-57

Viskositas, -20 oC., cSt

8 maksimal

7

Net heat of combustion, MJ/kg

42,8 min

43,9


Kesimpulan

Penggunaan sumber energi dalam kehidupan merupakan suatu keniscayaan. Sumber energi fosil sangat berjasa dalam perkembangan peradaban dan teknologi manusia selama beratus-ratus tahun. Beberapa waktu kedepan diprediksi bahwa ketersediaan sumber energi fosil tidak mampu memenuhi kebutuhan energi dunia. Meski demikian, perkembangan tidak boleh berhenti disebabkan tidak tersedianya sumber energi fosil karena masih ada sumber energi lain (energi baru dan terbarukan) yang pada dasarnya sumber energinya berasal dari satu sumber utama, yaitu matahari. Peralihan sumber energi fosil menjadi sumber energi baru dan terbarukan memerlukan proses yang panjang. Agar proses tersebut dapat berjalan lancar, dibutuhkan dukungan dari seluruh pemangku kebijakan, masyarakat, industri, dan seluruh pengguna energi. Industri penerbangan sudah mulai melakukan pengembangan sumber energi baru dan terbarukan. Meski pada saat ini hasil usaha tersebut masih belum nampak baik diharapkan dalam beberawa waktu kedepan usaha ini mengalami perkembangan sehingga akhirnya dapat menjawab tantangan keenergian dunia di bidang transportasi, khususnya transportasi udara.

Sumber rujukan

  1. Allen, B., 2012, Alternative Fuel, Air Force Material Command, USA
  2. Anonim, 2011, A Global Approach to reducing aviation emissions, IATA, USA
  3. Hantoko, D., & Adnan, M.A., 2013, Prarancangan Pabrik Bioavtur dari Crude Palm Oil dengan Proses UOP Kapasitas 87.000 Ton per Tahun, Universitas Sebelas Maret, Surakarta
  4. Kershaw, A., 2011, London Biojet Project, ICAO Aviation and Sustainable Alternative Fuels Workshop, Canada
  5. Ray, A., 2012, Second-generation hydrocarbon fuels from oil palm by-product (UOP), International Palm Oil Sustainability Confrence 2012, Malaysia
  6. Soerawidjaja, T.H., 2013, Energi: Sang Sumber Daya Induk, Kuliah Inaugurasi, Bogor
  7. http://safug.org/case-studies/qantas/
  8. http://www.uop.com/processing-solutions/biofuels/green-jet-fuel/#demonstration-flights