Ini sih impian manusia sejak dulu! Manusia selalu saja ‘cemburu’ pada hewan-hewan yang bisa terbang tanpa memerlukan alat-alat bantuan, cukup dengan mengepakkan sayapnya saja. Tidak berhasil terbang sendiri tanpa sayap, manusia pun meniru konsep burung-burung di udara dan mengaplikasikannya pada desain pesawat terbang. Kedua sayap raksasa di sisi pesawat terbang telah berhasil menerbangkan pesawat buatan manusia itu! Teknologi sudah berhasil merealisasikan mimpi manusia. Tetapi, teknologi canggih ini tetap ada kekurangannya! Kita jadi terkurung dalam kabin pesawat sepanjang perjalanan mengarungi angkasa. Nikmatnya jadi berkurang! Lagipula, kita tetap tidak bisa merasakan kebebasan seperti burung yang terbang di udara. Kaki kita tetap menginjak permukaan lantai pesawat. Wah, ini sih sama saja bukan terbang! Lalu, bagaimana caranya kita bisa benar-benar merasakan kaki terangkat di udara tanpa ditopang apa pun juga? Bagaimana caranya terbang tinggi tanpa sayap seperti lagu Flying Without Wings yang pernah terkenal itu? Bagaimana kalau kita ingin terbang sendiri tanpa sayap dan tanpa harus berbagi ruangan seperti di kabin pesawat bersama para penumpang lain? Masa sih teknologi yang sudah begitu canggihnya masih tidak bisa mengalahkan burung? Masa sih Fisika tidak bisa memberi jawaban?
Fisika sudah memberi beberapa alternatif jawaban! Ada beberapa olahraga, seperti terbang layang, yang memungkinkan manusia untuk merasakan kakinya benar-benar terangkat dari permukaan dan terbang melayang. Tetapi olahraga ini tetap membutuhkan pesawat terbang layang yang juga menggunakan sayap. Jadi, tidak bisa terbang tanpa sayap? Secara alami itu memang tidak mungkin! Burung dan kupu-kupu saja butuh sayap untuk bisa beterbangan diudara. Ini karena adanya gaya tarik gravitasi bumi yang memaksa kita untuk terus ‘lengket’ di permukaan lantai atau tanah. Untuk bisa terbang kita butuh sesuatu yang bisa mengalahkan gaya berat kita itu. Burung mengepakkan sayapnya dalam rangka memberi aksi pada permukaan tanah (ada siraman udara menuju tanah) supaya tanah memberi reaksi berupa gaya angkat yang bisa mengalahkan gaya beratnya. Seperti kita tahu, Hukum III Newton menyatakan bahwa setiap aksi selalu mendapatkan reaksi yang besarnya sama tetapi pada arah yang berlawanan.
Wah, ternyata burung dan hewan-hewan udara lainnya pintar fisika ya! Mereka bisa mengaplikasikan Hukum Newton setiap saat!

Belakangan manusia pun akhirnya menyontek strategi burung saat merancang pesawat terbang. Sayap pesawat didesain mengikuti bentuk sayap burung supaya bisa menghasilkan gaya angkat yang bisa mengalahkan gaya berat pesawat yang sangat besar itu. Tetapi sayap raksasa itu tidak bisa dikepakkan, karena pasti jadi merepotkan! Sebagai gantinya, pesawat terbang memiliki mesin pesawat yang fungsinya menghasilkan gaya dorong yang besar sehingga siraman udara yang dihasilkan semakin besar pula dan reaksi yang didapatkan pesawat mampu mengangkat pesawat yang berat itu. Manusia memang banyak akal! Lalu bagaimana menyiasati terbang yang tanpa sayap? Terbang dengan roket!
 
Roket? Mengapa tidak? Pesawat-pesawat tempur dan pesawat ruang angkasa sudah banyak memanfaatkan roket untuk meluncurkannya di udara. Tentunya roket yang digunakan untuk terbang di atmosfer bumi berbeda dengan roket yang digunakan di pesawat ruang angkasa, tetapi keduanya mengaplikasikan konsep serupa. Mesin roket pada pesawat ruang angkasa mengeluarkan aksi dengan cara menyemprotkan sejumlah massa gas tekanan tinggi. Semua gas ini sengaja disemprotkan ke satu arah yang sama (yaitu ke bawah atau ke arah tanah) supaya didapatkan reaksi ke satu arah juga, yaitu ke arah atas menuju angkasa. Gas tekanan tinggi yang disemprotkan keluar ini merupakan hasil pembakaran bahan bakar cair (misalnya hidrogen cair atau senyawa-senyawa hidrokarbon) atau padat. Rocket Belt seperti di Gambar 1 merupakan sabuk yang dilengkapi roket pribadi ini. Sabuk ini bisa kita selempangkan seperti tas ransel yang memuat dua tangki kecil yang bisa membuatnya berfungsi sebagai mesin jet pribadi. Roket pribadi ini menggunakan prinsip aksi-reaksi yang sama dengan mesin roket raksasa yang digunakan di pesawat-pesawat tempur dan pesawat ruang angkasa. Bahan kimia yang digunakan adalah hidrogen peroksida dan gas nitrogen bertekanan tinggi. Hidrogen peroksida (sekitar 23 liter) didorong oleh gas nitrogen yang bertekanan tinggi itu supaya masuk ke ruang yang berisi katalis perak (perak yang dilapisi samarium nitrat). Di dalam ruang itu katalis perak mengubah hidrogen peroksida menjadi kukus lewat jenuh (superheated steam) yang memiliki tekanan dan temperatur sangat tinggi (mencapai 743oC). Kukus tekanan tinggi ini kemudian berlomba-lomba untuk keluar dari tangki pada kecepatan tinggi pula. Supaya tubuh kita tidak terbakar gas panas ini kita harus selalu menggunakan baju tahan panas yang bisa melindungi kita. Saluran/pipa yang menjadi jalan keluar gas pun diselimuti dengan bahan insulasi untuk memperkecil panas yang hilang. Siraman gas panas ini menjadi gaya aksi yang akhirnya mendapatkan gaya reaksi yang mampu mengangkat kedua kaki kita dari permukaan tanah. Kita pun bisa terbang, dan tanpa sayap! Kita bahkan tidak terkurung dalam kabin pesawat bersama sejumlah penumpang lainnya. Kita bisa terbang solo! Menurut hasil-hasil tes yang sudah ada roket pribadi ini dapat mencapai kecepatan 161 km/jam. Angka yang cukup bagus! Bahkan James Bond ikut-ikutan tergoda untuk mencobanya di salah satu filmnya yang berjudul Thunderball (tahun 1965). Roket ini juga pernah memamerkan kebolehannya di upacara pembukaan pesta olahraga dunia, Olimpiade Los Angeles, pada tahun 1984. Rancangan roket ini masih memerlukan banyak penyempurnaan terutama dalam hal kelincahan bergerak dan lamanya waktu terbang yang bisa dicapai.

Ada versi lain yang lebih menjanjikan dari rancangan jet pribadi ini. Versi ini walaupun tidak menggunakan sayap tetapi tetap menggunakan bantuan balingbaling (seperti di helikopter). Sepasang baling-baling yang masing-masing berputar ke arah berlawanan dipasang tinggi di atas kepala kita. Baling baling inilah yang berfungsi untuk menghasilkan gaya aksinya. Mesin Exo-Skeletor Flying Vehicle (EFV) yang memiliki daya 130 HP (HP = Horse Power) ini
memutar baling-baling pada kecepatan 3.500-4.000 putaran per menit sewaktu lepas landas secara vertikal, dan dapat terbang pada kecepatan maksimal 129 km/jam sejauh 241 km menggunakan 10,5 galon gas bahan bakar. XFV bisa mencapai ketinggian 3.048 meter dan cukup praktis untuk digunakan. Begitu praktisnya, kita bahkan bisa mendarat di atas meja! Rancangan ini lebih lincah dan menawarkan waktu terbang yang jauh lebih lama dari sabuk roket. Sabuk roket yang sudah dikembangkan sekarang menghabiskan bahan bakar sebanyak 23 liter gas selama 30 detik sehingga tidak bisa mencapai waktu terbang yang lebih lama. Padahal XFV bisa terbang selama lebih dari 3 jam hanya dengan bahan bakar sebanyak 10 galon saja. Keunggulan lainnya adalah mudahnya pengendalian arah terbang XFV yang menggunakan steering system yang tidak dimiliki rocket belt. Untuk menjamin keselamatan, hanya mereka yang memiliki tinggi badan sekitar 163-198 cm (tinggi XFV sekitar 2,3 meter termasuk balingbalingnya) dengan massa sekitar 52-12 kg saja yang boleh mengendarai XFV. Rancangan mana pun yang nantinya lebih populer akan terus dikembangkan supaya semakin sempurna. Yang pasti, teknologi sudah berhasil merealisasikan kembali mimpi manusia untuk terbang tanpa sayap, walaupun hanya sebagai sarana rekreasi dan sarana transportasi jarak dekat dan darurat saja.