Kadang kala dalam sebuah penerbangan biasa, apalagi berulang-ulang dalam satu hari, penerbang sudah lelah dan malas untuk melakukan prosedur yang dirasa cukup banyak. Diantaranya adalah “call out”. Tapi dengan belajar dari insiden di bawah ini, mungkin kita akan lebih waspada.
Insiden ini terjadi pada salah satu airline yang terkenal di dunia, dengan sejarah keselamatan yang tinggi.
Keadaan pada saat insiden terjadi adalah jarak pandang 1000 meter, tailwind 10 kts. PF adalah instruktur yang duduk di kanan, karena penerbangan ini adalah penerbangan line training, lengkap dengan penumpang.
Pesawat
|
A320
|
Penerbang
|
2 orang, 1 instruktur dan 1 orang kapten trainee
|
Kerusakan
|
4 roda kempes/pecah, nyaris keluar landasan, suhu roda 350 s/d 700 derajat Celsius, salah satunya melebihi 900 derajat celsius.
|
Pada saat melakukan approach, kedua penerbang menyadari bahwa tailwind lebih dari 10 kts (batas maksimum tailwind untuk A320). Tapi karena laporan tower bahwa tailwind di landasan kurang dari 10 kts maka approach dilanjutkan.
Pada saat itu juga dilaporkan adanya windshear, sehingga PF menaikkan kecepatan approach (Vapp) untuk mengantisipasi kemungkinan menghadapi windshear.
Pada waktu mendarat, PNF (Pilot Not Flying, kapten trainee) tidak melakukan Call Out, seperti “Spoilers up”, “Reverse Green”, “Decelerate”.
Kemudian belakangan diketahui PF (Pilot Flying, instruktur) juga tidak memakai reverse thrust/ terlambat memakai reverse thrust.
Yang seharusnya dilakukan
Ada beberapa fakta yang memperburuk keadaan, yaitu menambahkan kecepatan pada saat tailwind dan tidak adanya call out, antara lain “NO REVERSE !” pada waktu PF lupa / menunda pemakaian reverse.
Pemakaian reverse thrust oleh beberapa penerbang dianggap tidak perlu, karena tidak termasuk dalam perhitungan required landing distance. Tapi kita juga harus sadar bahwa pemakaian reverse thrust setiap saat adalah mengurangi jarak landasan yang diperlukan, dan jika kita memakai autobrake maka beban perangkat rem akan berkurang dengan sangat berarti.