Pada bulan September 2006 beberapa pesawat dari Pondok Cabe terbang cross-country ke Buleleng Bali dalam rangka menghadiri event Buleleng Flyin. Beruntung saya mendapat tawaran untuk ikut serta bersama seorang rekan untuk menerbangkan pesawat jenis microlight. Pesawat yang akan kami terbangkan adalah Skyranger, microlight buatan Ukraina ini bermesin 2-stroke (2-tak) 65 HP Rotax 582.
Dengan speed (kecepatan) yang hanya sekitar 70 mph (mil per jam) atau sekitar 90 km/jam dan kapasitas tangki bahan bakar yang terbatas, maka kami memperhitungkan bahwa penerbangan akan dibagi dalam beberapa leg untuk mengisi bahan bakar di Cirebon, Semarang, Surabaya.
Pagi itu dini hari, sekitar jam 05:30 di hangar Pondok Cabe kesibukan Pre-Flight inspection sudah dimulai. Tiga buah pesawat yang akan berangkat terdiri dari Searey (amphibian) diawaki oleh Beny dan Philip sebagai flight leader, Zodiac CH701 diawaki oleh Pudjo Basuki dan Skyranger di terbangkan oleh Yanto dan saya sendiri. Jam 06:04 rombongan ketiga pesawat lepas landas ke arah timur, dengan formasi Searey, Skyranger dan CH701 menyusul di belakang saya. Terdengar Philip melaporkan lewat radio ke Halim Tower di 118.3 tentang flight plan kami.
Pada bulan September 2006 beberapa pesawat dari Pondok Cabe terbang cross-country ke Buleleng Bali dalam rangka menghadiri event Buleleng Flyin. Beruntung saya mendapat tawaran untuk ikut serta bersama seorang rekan untuk menerbangkan pesawat jenis microlight. Pesawat yang akan kami terbangkan adalah Skyranger, microlight buatan Ukraina ini bermesin 2-stroke (2-tak) 65 HP Rotax 582.
Dengan speed (kecepatan) yang hanya sekitar 70 mph (mil per jam) atau sekitar 90 km/jam dan kapasitas tangki bahan bakar yang terbatas, maka kami memperhitungkan bahwa penerbangan akan dibagi dalam beberapa leg untuk mengisi bahan bakar di Cirebon, Semarang, Surabaya.
Pagi itu dini hari, sekitar jam 05:30 di hangar Pondok Cabe kesibukan Pre-Flight inspection sudah dimulai. Tiga buah pesawat yang akan berangkat terdiri dari Searey (amphibian) diawaki oleh Beny dan Philip sebagai flight leader, Zodiac CH701 diawaki oleh Pudjo Basuki dan Skyranger di terbangkan oleh Yanto dan saya sendiri. Jam 06:04 rombongan ketiga pesawat lepas landas ke arah timur, dengan formasi Searey, Skyranger dan CH701 menyusul di belakang saya. Terdengar Philip melaporkan lewat radio ke Halim Tower di 118.3 tentang flight plan kami.
Mendekati checkpoint Papa-Whiskey (PW, ini adalah nama sebuah radio beacon untuk navigasi), di sekitar Purwakarta, saya mulai merasakan headwind (angin dari depan). Indikator airspeed (kecepatan terhadap udara sekitar) menunjukan 75mph, tapi ternyata ground speed (kecepatan terhadap daratan) yang ditunjukkan oleh GPS (Global Positioning System, sistem navigasi dengan satelit) hanya 57 mph.
Hal ini memang sudah kami antisipasi sebelumnya, karena pada bulan tersebut angin memang bertiup dari arah timur. Sambil menghibur diri, saya berharap angin ini bertiup lebih kencang saat kami pulang nanti (tailwind, angin dari belakang sehingga penerbangan jadi lebih cepat). Pemandangan waduk Jatiluhur di kejauhan menjadi hiburan tersendiri. Leg pertama ini tidak banyak hambatan, dan tidak terasa kami sudah melewati Lanud Suryadarma Kalijati.
Di Penggung kami mendarat sekitar 1.5 jam untuk mengisi bahan bakar dan beristirahat di pangkalan AU. Saya salut atas perhatian dan bantuan para petugas di pangkalan AU Cirebon. Kami dibantu dalam penyediaan bahan bakar jenis Pertamax, dan juga jamuan untuk para penerbangnya.
Saya mendarat terakhir di Ahmad Yani, runway 13 tepatnya jam 12:20, setelah Searey dan CH701 lebih dulu. Di Semarang ke tiga pesawat kembali mengisi bahan bakar. Skyranger dan Searey menggunakan Pertamax, dan CH701 menggunakan AvGas. Saat kami mengisi bahan bakar, pesawat Batavia Air menurunkan penumpang di samping parking area kami. Pemandangan yang tidak lazim ini sempat menarik perhatian para penumpang Batavia Air yang baru turun dari pesawat.
Kami meneruskan penerbangan menuju Surabaya setelah 1 jam beristirahat. Seperti juga penerbangan sebelumnya, pada leg ini kami menghadapi headwind yang cukup kuat, terutama mendekati Surabaya.
***
Di Surabaya kami menginap 2 hari dan bertemu dengan rekan-rekan dari flying club di Surabaya. Rencananya dua pesawat dari Surabaya akan ikut terbang menuju Buleleng, yaitu sebuah Jabiru J400 dan Avid.
Akhirnya waktu keberangkatan tiba, jam 6.50 pagi, Searey, Skyranger dan Avid take-off dari Runway 10 Juanda, heading east (mengarah ke timur). CH701 sudah berangkat lebih dulu, dan Jabiru akan menyusul belakangan. Avid yang dipiloti Pak Bi langsung melesat mendahului di sebelah kanan pesawat saya, sedangkan Searey di sebelah kiri. Saya terbang formasi dengan Searey yang berada di depan saya menyusuri pantai utara Jawa Timur, melewati Pasuruan, Probolinggo. Tak lama setelah melewati Paiton, Philip menghubungi saya lewat radio bahwa cuaca mulai berawan, dan dia akan descend (turun) menyusuri garis pantai, sedangkan saya memutuskan untuk ke selatan menyisir G. Argopuro – Bondowoso sambil menambah altitude (ketinggian), dan straight (lurus, langsung) ke Ketapang melewati Dataran Tinggi Ijen.
Saya putuskan melewati rute ini karena cuaca selepas Bondowoso cukup baik, dan mengingat kondisi headwind yang lumayan kencang, maka dengan terbang langsung ke Ketapang akan menghemat bahan bakar yang cukup lumayan. Perjuangan mulai terasa berat saat pesawat mendekati G,. Pendil / G. Merapi. Terbang melewati pegunungan seperti itu , turbulence (guncangan) sangat terasa, apalagi saat kami akan melintasi puncak gunung tersebut. Saya check di GPS, ground speed hanya sekitar 47-50 mph. Saya sempat kuatir juga jika tiba-tiba muncul downdraft akibat angin yang ter-deflect (dibelokkan) oleh puncak gunung tersebut. Dalam hati sempat deg-degan juga melihat semua permukaan tanah di bawah saya hanyalah tebing-tebing, dan tidak ada landing spot (tempat mendarat) yang bisa saya gunakan jika sampai terjadi keadaan emergency.
Akhirnya setelah berjuang beberapa waktu kami berhasil melewati puncak dataran tinggi Ijen, begitu kami melewatinya hati saya langsung lega, apalagi pemandangan di depan kami langsung terlihat kota Ketapang dan Selat Bali. Kami kemudian descend mendekati kota Ketapang, dan di sebelah selatan kami terlihat kota Banyuwangi. Saya sempat radio check dengan Wisnu Airstrip dari posisi ini. Penerbangan melintasi selat Bali pun tidak terlalu seram seperti yang saya bayangkan, padahal Life Vest sudah saya beli sebelum berangkat dari Jakarta. Melintasi Selat Bali, pemandangan di bawah kami sangat indah, pantainya biru dan pasir putih, saya juga sempat melintasi pulau Menjangan yang juga merupakan salah satu resort favorit untuk scuba diving.
Di Buleleng kami akan menginap untuk beberapa hari dalam rangka event Buleleng Flyin yang juga dihadiri peserta dari berbagai negara. Setahu saya event ini diadakan rutin setiap 2 tahun. Di event ini saya beruntung berkesempatan untuk ikut terbang menggunakan pesawat Eagle dari Malaysia bersama Major Amin dari Malaysian Air Force. Diluar rencana ternyata rekan-rekan dari Yogyakarta mengundang kami untuk turut serta dalam event serupa yang diselenggarakan di Yogyakarta di hari berikutnya, sehingga flight plan pun diubah, yaitu Wisnu – Surabaya – Yogyakarta.
***
Pagi jam 7:49 WIT, kami take-off dari Wisnu dengan tujuan Juanda Surabaya. Ada sedikit masalah dengan electricity (kelistrikan) di pesawat, tapi hal itu dapat segera diatasi. Rute yang kami pilih sekarang adalah menyusuri pantai utara Jawa Timur setelah menyeberangi Selat Bali. Mendekati Surabaya, Juanda Tower menginstruksikan kami untuk approach via Sidoarjo. Pesawat mendarat di Runway 10, mengisi bahan bakar dan kemudian take-off lagi dari Juanda jam 10:48 dengan tujuan Yogyakarta. Rutenya adalah melewati Bojonegoro, Blora, Purwodadi kemudian heading south untuk menghindari restricted air space Lanud Iswahyudi Madiun.
Mendekati Yogyakarta, saya contact Yogya Director di 123.4 dan di instruksikan untuk report over Prambanan. Berhubung checkpoint tersebut tidak ada di GPS saya, terpaksa saya musti buka mata lebar-lebar. Sampai di atas candi Prambanan, saya report dan kembali diinstruksikan untuk report “reaching Monumen Yogya Kembali”,.. wah hal yang sama terulang lagi, checkpoint nya tidak ada di GPS. Buka mata lebar-lebar sambil monitor traffic di sekitar Adi Sucipto. Akhirnya kami mendarat di Adi Sucipto jam 13:39 dengan mulus, pesawat Searey telah mendarat lebih dulu tidak lama sebelum kami, sedangkan CH701 rupanya langsung meneruskan perjalanan ke Pondok Cabe via Semarang.
Rest-Over-Nite 1 malam di Yogya, dan kemudian ke-esokan paginya kami siap-siap meneruskan perjalanan menuju Jakarta. Laporan Meteo dari Tower mengatakan bahwa sekitar jam 10:00 siang cuaca akan mulai berawan di Selatan, sehingga niat untuk mencoba rute via Cilacap akhirnya diurungkan, dan kembali ke rute semula menuju Cirebon lewat Temanggung, Pekalongan, Brebes, Tegal.
Jam 7:34 pagi ke 2 pesawat take off dengan tujuan Pondok Cabe, tapi saya akan divert ke Cirebon untuk mengisi bahan bakar. Selama perjalanan pulang kami cukup diuntungkan dengan ada nya tailwind, sehingga sekitar jam 9:50 kami sudah mendarat di Cirebon. Beberapa waktu sebelum mendarat, Philip di Searey sempat contact saya, dan confirm bahwa mereka akan direct Pondok Cabe karena bahan bakar masih cukup. Kembali lagi di Military Base Cirebon, kami dibantu petugas yang ada di sana untuk mengisi kebutuhan bahan bakar pesawat kami.
Jam 10.42 kami langsung take-off lagi dari Penggung, saya contact tower untuk report en route dan estimate. Tower menginstruksikan saya untuk report lagi saat reaching checkpoint Kasal. Sesuai prosedur sampai di checkpoint, saya di instruksikan untuk establish contact dengan Jakarta Info yang akan memantau penerbangan kami sampai ke Jakarta. Petugas di Jakarta Info sangat pengertian terhadap pesawat kecil seperti yang saya terbangkan, dan sesekali mereka contact saya untuk men-check posisi . Saat di atas Kalijati, saya terbang abeam Lanud Suryadarma, dan report ke Tower Dharma, sambil sekalian save (menyimpan) koordinatnya di GPS. Pesawat terus terbang ke arah Jakarta, melewati checkpoint PW (Papa Whiskey), dan kemudian mengarah ke check point Barus. Jakarta Info kemudian meminta saya untuk establish contact dengan Halim Tower di 118.3, tapi beberapa kali saya coba, Halim tidak menjawab. Iseng-iseng saya coba contact ke Pondok Cabe, dan ternyata Pak Margioto, operator Cabe Radio justru menjawab panggilan saya. Saya pindah kembali ke frekuensi Halim untuk report position, tapi masih gagal, tapi kemudian ada penerbang Cessna dari Alfa Flying Club yang juga ada di sekitar saya yang membantu me-relay ke Halim Tower. Mendekati Bekasi akhirnya saya berhasil contact Halim
Halim: “PKS-xxx, maintain one-thousand, report reaching Depok.”
Me : “Maintain one-thousand, report reaching Depok, PKS-xxx”
Sampai di Depok, Halim menginstruksikan saya untuk contact Pondok Cabe. Akhirnya kami mendarat dengan selamat tanpa kurang suatu apapun di Pondok Cabe jam 12:34 siang.
Demikian pengalaman terbang cross-country saya, semoga cerita dan sedikit foto yang ada dapat menjadi inspirasi bagi teman-teman pencinta olahraga dirgantara. Saat ini saya memang agak vakum dari aktivitas terbang, tapi hal ini bukan berarti antusias saya sudah berkurang, tapi justru saya ingin menggeluti hobby ini dengan cara yang lebih serius lagi. [Arnold Schwarzeneger di Terminator berkata : “I’LL BE BAK!!!” ]
--- Salam ---
Andhi G
Restricted Airspace: wilayah terlarang untuk terbang karena adanya kegiatan militer
heading: arah hidung pesawat
heading north: terbang mengarah ke utara
pre-flight: memeriksa pesawat sebelum melakukan penerbangan
Meteo: Kantor Meteorologi, badan yang memberikan laporan cuaca
headwind: angin bertiup dari arah depan pesawat, mengurangi kecepatan pesawat terhadap daratan
tailwind: angin bertiup dari arah belakang pesawat, menambah kecepatan pesawat terhadap daratan
descend: turun dari ketinggian tertentu
altitude: ketinggian pesawat
straight: terbang lurus
report: melaporkan pada ATC
divert: membelokkan arah penerbangan dari rencana semula
en route: perjalanan di rute penerbangan
estimate: perkiraan waktu datang di checkpoint tertentu
checkpoint: titik di peta yang diberi nama untuk memberikan posisi
abeam: check point berada di sisi kanan/kiri pesawat, contoh, abeam Halim,
establish contact: menjalin hubungan komunikasi dengan ATC tertentu
relay: meneruskan pesan pada stasiun radio tertentu
(Penulis adalah Information Security Manager pada sebuah perusahaan internasional, penggemar aeromodelling dan dirgantara pada umumnya)