Pesawat C-130/Hercules adalah pesawat angkut militer yang diproduksi oleh Lockheed AS. Proses pembuatan pesawat ini merupakan hasil kemenangan dari suatu kompetisi dengan melibatkan beberapa industri penerbangan, yang diadakan oleh Departemen Pertahanan AS tentang kebutuhan pesawat angkut militer. Kriteria jenis pesawat angkut militer yang diinginkan oleh Departemen Pertahanan AS tersebut, akhirnya diwujudkan dengan pembuatan 2 prototype YC-130 yang diuji terbang pertama kali dengan sukses pada tanggal 23 Agustus 1954.
Setelah proses uji prototype selesai dan memulai produksi, maka pabrik pesawat dialihkan dari Lockheed di Burbank California ke Lockheed di Marietta Georgia. Sampai saat telah lebih dari 2.000 pesawat C-130 dibuat, dan telah digunakan oleh lebih dari 60 negara di dunia. Model pertama yang dibuat adalah jenis C-130A pada tahun 1956, yang menggunakan tenaga pendorong 4 mesin turboprop T56-A-9 buatan Allison dengan propeller 3 blades (bilah) buatan Hamilton Standard. Turboprop merupakan kepanjangan dari turbo-propeller, yang berarti mesinnya adalah jenis gas turbin, namun daya yang dihasilkan merupakan daya poros untuk memutar propeller guna menghasilkan daya dorong.
Pada tahun 1959 mulai diproduksi seri yang lebih baru, yaitu C-130B yang menggunakan 4 mesin pendorong T56-A-7 dengan propeller 4 blades. Sekitar 134 pesawat Hercules model B digunakan oleh Angkatan Udara AS, sedangkan Indonesia tercatat sebagai pembeli C-130B pertama di luar AS (the first overseas customer). Memang pengguna pesawat Hercules di luar AS adalah Australia, namun jenis yang dibeli adalah tipe C-130A. Pembelian C-130B oleh Indonesia terkait erat dengan kepiawaian diplomasi presiden pertama RI Bung Karno, sebagai kompensasi pembebasan pilot AS bernama Allan Pope. Sebanyak 10 pesawat yang tadinya diprioritaskan untuk keperluan Tactical Air Command (TAC) Angkatan Udara AS dialihkan untuk Indonesia. Ini membuat iri banyak negara karena Indonesia seolah-olah mendapat prioritas istimewa, sehingga tetangga AS, yaitu Kanada, baru mendapat giliran sesudah Indonesia.
Pesawat C-130B saat ini masuk sebagai armada angkut TNI AU dan ditempatkan di Skadron 32 Lanud Abdulrachman Saleh Malang. Selanjutnya pada tahun 1980, kembali Indonesia membeli pesawat C-130H sebanyak 12 buah. Pesawat ini menggunakan mesin pendorong seri T56-A-15 dengan daya dorong 4.591 shp (shaft horse power), berarti lebih besar dari pada mesin yang digunakan tipe A dan B yaitu 4.200 shp. Disamping itu ada peningkatan berupa redesign pada outer wing, peralatan avionic yang lebih update, serta beberapa improvisasi minor lainnya. Dibanding dengan tipe B, Hercules tipe H yang diterima TNI AU mempunyai ukuran badan lebih panjang dibanding ukuran aslinya (stretched version), sehingga C-130H sering disebut Hercules “long body”. Pesawat C-130H saat ini masuk Skadron 31 yang merupakan skadron pesawat angkut berat yang berkedudukan di Lanud Halim Perdanakusumah.
Sebagai jenis model terbaru adalah C-130J, yang meskipun secara fisik serupa dengan model Hercules sebelumnya, namun sebenarnya mempunyai perbedaan secara signifikan. Perbedaan tersebut terdapat pada mesin pendorong yang lebih besar yaitu Rolls Royce AE2100D3 dengan daya 4.700 shp serta propeller Dowty R391 dengan 6 blades terbuat dari bahan komposit, dan dilengkapi digital avionics. Disamping itu performance C-130J lebih unggul diantara model sebelumnya, antara lain kemampuan angkut beban/penumpang lebih besar, kecepatan terbang lebih tinggi, jarak tempuh lebih jauh, dan operating cost 27% lebih rendah. Dalam hal penggunaan crew, C-130J lebih efisien karena hanya diawaki oleh kapten pilot, co-pilot, dan load master, sedangkan model sebelumnya diawaki oleh 5 crew (2 pilot, navigator, flight engineer, dan load master).
Ada model C-130/Hercules lain yang dibuat Lockheed, antara lain C-130D dan C-130E. Pesawat C-130D adalah C-130A yang dimodifikasi dengan memasang alat pendarat berupa ski, yang digunakan di Antartika. Kemudian untuk memudahkan proses tinggal landas dengan ski, maka pada C-130D dipasang mesin penghasil daya dorong tambahan yang disebut JATO (Jet Assisted TakeOff). Selanjutnya C-130E adalah pengembangan C-130B dengan penggantian mesin berdaya dorong lebih besar yaitu T56-A-7A, serta penambahan sepasang tangki eksternal (drop tanks) berisi 1.360 gallon. Versi C-130/Hercules yang lain adalah KC130 yang merupakan pesawat tanker yang mampu melakukan air refueling (pengisian bahan bakar di udara). Pesawat ini dilengkapi dengan tangki stainless steel berisi 3.600 US gallon, yang dapat dibongkar pasang dalam ruang cargo pesawat KC-130. Pesawat KC-130 mampu melakukan air refueling terhadap dua pesawat sekaligus dengan laju aliran bahan bakar 300 US gallon atau 13.626 liter permenit.
Dalam latihan air refueling , ternyata pesawat tanker TNI AU yaitu Hercules KC-130 dari Skadron 32 mampu melakukan air refueling terhadap dua pesawat Hawk di wilayah udara Lanud Iswahyudi Madiun. Hercules, nama pahlawan Yunani kuno yang dilegendakan di dunia mitologi yang melambangkan kekuatan dan keperkasaan, sesuai benar dengan kemampuan pesawat buatan Lockheed ini. Kemampuan C-130/ Hercules sebagai pesawat angkut militer terbukti sangat berhasil di berbagai belahan dunia. Pesawat ini mampu mendarat dan tinggal landas pada landasan pacu yang cukup pendek, dan landasan yang tidak dipersiapkan (unprepared runways). Pesawat C-130 merupakan pesawat yang mampu melaksanakan fungsi yang banyak (multi roles), antara lain pesawat ini dengan mudah dan cepat untuk dirubah konfigurasinya, misalnya untuk angkut penumpang, pasukan, angkut VIP, angkut pasien dalam rangka medevac (medical evacuation), ataupun cargo. Selain itu pesawat ini juga mampu ditugaskan untuk air refueling, search end rescue, patroli maritim, dan pemadam kebakaran suatu medan terbuka. Bahkan pesawat ini juga mampu dipersenjatai untuk penyerangan udara (airborn attack). Oleh karena itu C-130/Hercules merupakan pesawat yang mumpuni digunakan baik untuk misi perang dan selain perang. Kemampuan C-130/Hercules dalam mengangkut pasukan (troop carrier) dan logistik tidak usah diragukan lagi. Demikian juga dalam melaksanakan operasi selain perang, misalnya misi kemanusiaan dalam rangka penanggulangan bencana alam C-130/Hercules telah membuktikannya. Pesawat C-130/Hercules sebagai sang perkasa, merupakan pesawat yang handal dan aman dalam pengoperasiannya.
Sejak pesawat C-130/Hercules dimiliki TNI AU tercatat mengalami enam kali kecelakaan yang berakibat total lost. Pada tanggal 3 September 1964, pesawat C-130B nomor ekor T-1307 jatuh di Selat Malaka, yang dicurigai tertembak musuh saat Indonesia melakukan konfrontasi dengan Malaysia. Selanjutnya pada tanggal 16 September 1965, pesawat C-130B nomor ekor T-1306 jatuh di Kalimantan Timur. Sedangkan pesawat C-130H telah mengalami empat kali kecelakaan. Dua kecelakaan terjadi di Sumatra, yaitu pesawat C-130H nomor ekor T-1322 jatuh di Gunung Sibayak pada tanggal 21 Nopember 1985, dan pesawat jenis L-100 TNI AU mendarat overshoot di Lanud Malikul Saleh NAD dan terbakar pada tanggal 20 Desember 2001. Dua kejadian di Jawa masing-masing pesawat dengan nomor ekor A-1324 yang jatuh dan terbakar di Condet Jakarta Timur pada tanggal 5 Oktober 1991, dan yang baru saja terjadi pesawat dengan nomor ekor A-1325 jatuh dan terbakar pada tanggal 20 Mei 2009 di daerah persawahan Magetan sekitar 8 km dari landasan Lanud Iswahyudi Madiun. Pesawat C-130/Hercules telah memperkuat armada TNI AU hampir setengah abad lamanya, dan selama itu telah mampu melaksanakan fungsinya sebagai pesawat angkut untuk misi militer maupun selain militer. Misi strategis telah dilakukannya dengan sukses antara lain Operasi Trikora di Papua, Operasi Dwikora, operasi keamanan di dalam negeri, latihan-latihan gabungan ataupun latihan militer bersama antar bangsa, melakukan patroli di perairan kita, melakukan misi kemanusiaan, bahkan pernah digunakan operasi jembatan udara pada saat penerbangan sipil mogok terbang, dan lain-lain. Pendek kata itulah gambaran C-130/Hercules Sang Perkasa. Lama pengabdian pesawat yang hampir setengah abad, menjadikan C-130/Hercules sang perkasa ini telah memasuki usia udzur. Tentu saja perhatian harus diberikan secara lebih, dan perhatian itu adalah bentuk pemeliharaan yang memadai. Kecelakaan pesawat terbang TNI AU yang terjadi secara beruntun belakangan ini, diyakini telah menjadi perhatian serius bagi TNI AU dan pemerintah untuk meninjau kembali kebijakan pemeliharaan yang selama ini diterapkan. Semoga !!!
Setelah proses uji prototype selesai dan memulai produksi, maka pabrik pesawat dialihkan dari Lockheed di Burbank California ke Lockheed di Marietta Georgia. Sampai saat telah lebih dari 2.000 pesawat C-130 dibuat, dan telah digunakan oleh lebih dari 60 negara di dunia. Model pertama yang dibuat adalah jenis C-130A pada tahun 1956, yang menggunakan tenaga pendorong 4 mesin turboprop T56-A-9 buatan Allison dengan propeller 3 blades (bilah) buatan Hamilton Standard. Turboprop merupakan kepanjangan dari turbo-propeller, yang berarti mesinnya adalah jenis gas turbin, namun daya yang dihasilkan merupakan daya poros untuk memutar propeller guna menghasilkan daya dorong.
Pada tahun 1959 mulai diproduksi seri yang lebih baru, yaitu C-130B yang menggunakan 4 mesin pendorong T56-A-7 dengan propeller 4 blades. Sekitar 134 pesawat Hercules model B digunakan oleh Angkatan Udara AS, sedangkan Indonesia tercatat sebagai pembeli C-130B pertama di luar AS (the first overseas customer). Memang pengguna pesawat Hercules di luar AS adalah Australia, namun jenis yang dibeli adalah tipe C-130A. Pembelian C-130B oleh Indonesia terkait erat dengan kepiawaian diplomasi presiden pertama RI Bung Karno, sebagai kompensasi pembebasan pilot AS bernama Allan Pope. Sebanyak 10 pesawat yang tadinya diprioritaskan untuk keperluan Tactical Air Command (TAC) Angkatan Udara AS dialihkan untuk Indonesia. Ini membuat iri banyak negara karena Indonesia seolah-olah mendapat prioritas istimewa, sehingga tetangga AS, yaitu Kanada, baru mendapat giliran sesudah Indonesia.
Pesawat C-130B saat ini masuk sebagai armada angkut TNI AU dan ditempatkan di Skadron 32 Lanud Abdulrachman Saleh Malang. Selanjutnya pada tahun 1980, kembali Indonesia membeli pesawat C-130H sebanyak 12 buah. Pesawat ini menggunakan mesin pendorong seri T56-A-15 dengan daya dorong 4.591 shp (shaft horse power), berarti lebih besar dari pada mesin yang digunakan tipe A dan B yaitu 4.200 shp. Disamping itu ada peningkatan berupa redesign pada outer wing, peralatan avionic yang lebih update, serta beberapa improvisasi minor lainnya. Dibanding dengan tipe B, Hercules tipe H yang diterima TNI AU mempunyai ukuran badan lebih panjang dibanding ukuran aslinya (stretched version), sehingga C-130H sering disebut Hercules “long body”. Pesawat C-130H saat ini masuk Skadron 31 yang merupakan skadron pesawat angkut berat yang berkedudukan di Lanud Halim Perdanakusumah.
Sebagai jenis model terbaru adalah C-130J, yang meskipun secara fisik serupa dengan model Hercules sebelumnya, namun sebenarnya mempunyai perbedaan secara signifikan. Perbedaan tersebut terdapat pada mesin pendorong yang lebih besar yaitu Rolls Royce AE2100D3 dengan daya 4.700 shp serta propeller Dowty R391 dengan 6 blades terbuat dari bahan komposit, dan dilengkapi digital avionics. Disamping itu performance C-130J lebih unggul diantara model sebelumnya, antara lain kemampuan angkut beban/penumpang lebih besar, kecepatan terbang lebih tinggi, jarak tempuh lebih jauh, dan operating cost 27% lebih rendah. Dalam hal penggunaan crew, C-130J lebih efisien karena hanya diawaki oleh kapten pilot, co-pilot, dan load master, sedangkan model sebelumnya diawaki oleh 5 crew (2 pilot, navigator, flight engineer, dan load master).
Ada model C-130/Hercules lain yang dibuat Lockheed, antara lain C-130D dan C-130E. Pesawat C-130D adalah C-130A yang dimodifikasi dengan memasang alat pendarat berupa ski, yang digunakan di Antartika. Kemudian untuk memudahkan proses tinggal landas dengan ski, maka pada C-130D dipasang mesin penghasil daya dorong tambahan yang disebut JATO (Jet Assisted TakeOff). Selanjutnya C-130E adalah pengembangan C-130B dengan penggantian mesin berdaya dorong lebih besar yaitu T56-A-7A, serta penambahan sepasang tangki eksternal (drop tanks) berisi 1.360 gallon. Versi C-130/Hercules yang lain adalah KC130 yang merupakan pesawat tanker yang mampu melakukan air refueling (pengisian bahan bakar di udara). Pesawat ini dilengkapi dengan tangki stainless steel berisi 3.600 US gallon, yang dapat dibongkar pasang dalam ruang cargo pesawat KC-130. Pesawat KC-130 mampu melakukan air refueling terhadap dua pesawat sekaligus dengan laju aliran bahan bakar 300 US gallon atau 13.626 liter permenit.
Dalam latihan air refueling , ternyata pesawat tanker TNI AU yaitu Hercules KC-130 dari Skadron 32 mampu melakukan air refueling terhadap dua pesawat Hawk di wilayah udara Lanud Iswahyudi Madiun. Hercules, nama pahlawan Yunani kuno yang dilegendakan di dunia mitologi yang melambangkan kekuatan dan keperkasaan, sesuai benar dengan kemampuan pesawat buatan Lockheed ini. Kemampuan C-130/ Hercules sebagai pesawat angkut militer terbukti sangat berhasil di berbagai belahan dunia. Pesawat ini mampu mendarat dan tinggal landas pada landasan pacu yang cukup pendek, dan landasan yang tidak dipersiapkan (unprepared runways). Pesawat C-130 merupakan pesawat yang mampu melaksanakan fungsi yang banyak (multi roles), antara lain pesawat ini dengan mudah dan cepat untuk dirubah konfigurasinya, misalnya untuk angkut penumpang, pasukan, angkut VIP, angkut pasien dalam rangka medevac (medical evacuation), ataupun cargo. Selain itu pesawat ini juga mampu ditugaskan untuk air refueling, search end rescue, patroli maritim, dan pemadam kebakaran suatu medan terbuka. Bahkan pesawat ini juga mampu dipersenjatai untuk penyerangan udara (airborn attack). Oleh karena itu C-130/Hercules merupakan pesawat yang mumpuni digunakan baik untuk misi perang dan selain perang. Kemampuan C-130/Hercules dalam mengangkut pasukan (troop carrier) dan logistik tidak usah diragukan lagi. Demikian juga dalam melaksanakan operasi selain perang, misalnya misi kemanusiaan dalam rangka penanggulangan bencana alam C-130/Hercules telah membuktikannya. Pesawat C-130/Hercules sebagai sang perkasa, merupakan pesawat yang handal dan aman dalam pengoperasiannya.
Sejak pesawat C-130/Hercules dimiliki TNI AU tercatat mengalami enam kali kecelakaan yang berakibat total lost. Pada tanggal 3 September 1964, pesawat C-130B nomor ekor T-1307 jatuh di Selat Malaka, yang dicurigai tertembak musuh saat Indonesia melakukan konfrontasi dengan Malaysia. Selanjutnya pada tanggal 16 September 1965, pesawat C-130B nomor ekor T-1306 jatuh di Kalimantan Timur. Sedangkan pesawat C-130H telah mengalami empat kali kecelakaan. Dua kecelakaan terjadi di Sumatra, yaitu pesawat C-130H nomor ekor T-1322 jatuh di Gunung Sibayak pada tanggal 21 Nopember 1985, dan pesawat jenis L-100 TNI AU mendarat overshoot di Lanud Malikul Saleh NAD dan terbakar pada tanggal 20 Desember 2001. Dua kejadian di Jawa masing-masing pesawat dengan nomor ekor A-1324 yang jatuh dan terbakar di Condet Jakarta Timur pada tanggal 5 Oktober 1991, dan yang baru saja terjadi pesawat dengan nomor ekor A-1325 jatuh dan terbakar pada tanggal 20 Mei 2009 di daerah persawahan Magetan sekitar 8 km dari landasan Lanud Iswahyudi Madiun. Pesawat C-130/Hercules telah memperkuat armada TNI AU hampir setengah abad lamanya, dan selama itu telah mampu melaksanakan fungsinya sebagai pesawat angkut untuk misi militer maupun selain militer. Misi strategis telah dilakukannya dengan sukses antara lain Operasi Trikora di Papua, Operasi Dwikora, operasi keamanan di dalam negeri, latihan-latihan gabungan ataupun latihan militer bersama antar bangsa, melakukan patroli di perairan kita, melakukan misi kemanusiaan, bahkan pernah digunakan operasi jembatan udara pada saat penerbangan sipil mogok terbang, dan lain-lain. Pendek kata itulah gambaran C-130/Hercules Sang Perkasa. Lama pengabdian pesawat yang hampir setengah abad, menjadikan C-130/Hercules sang perkasa ini telah memasuki usia udzur. Tentu saja perhatian harus diberikan secara lebih, dan perhatian itu adalah bentuk pemeliharaan yang memadai. Kecelakaan pesawat terbang TNI AU yang terjadi secara beruntun belakangan ini, diyakini telah menjadi perhatian serius bagi TNI AU dan pemerintah untuk meninjau kembali kebijakan pemeliharaan yang selama ini diterapkan. Semoga !!!