Untuk mengemudikan pesawat turun ke arah landasan (approach) dan mendarat (landing), bisa dilakukan oleh penerbang dengan berbagai cara, yang paling umum dan diajarkan dari hari pertama di sekolah penerbang adalah dengan cara visual, melihat landasan dan mendarat. Cara ini disebut visual approach.
Pada waktu jarak pandang sangat rendah untuk melakukan visual approach dan landing, diperlukan beberapa alat bantu (nav aid) di darat atau satelit untuk memandu penerbang turun ke ketinggian aman sampai landasan terlihat dan lalu melakukan pendaratan. Cara melakukan approach dengan nav aid inipun masih dibagi dua yaitu non-precision approach (dengan alat NDB, VOR dan Localizer serta satelit) dan precision approach yang menggunakan ILS (Instrument Landing System) juga dengan alat yang kurang populer di luar USA dan Eropa yaitu MLS (Microwave Landing System).
Non-precision approach sesuai dengan namanya, tidak bisa memberikan jaminan pesawat berada di posisi yang akurat, karena itu nilai jarak pandang dan ketinggian awan minimum yang dibutuhkan nilainya akan lebih tinggi daripada pada waktu melakukan approach dengan precision approach.
Untuk precision approach ini mari kita batasi pembahasan hanya dengan penggunaan ILS (Instrument Landing System) yang terpasang di bandar udara yang dapat memandu pesawat ke atas landasan. Penggunaan ILS Cat II/III di darat bisa memandu pesawat sampai mendarat dengan sistem pendaratan otomatis, autoland.
Sejarah autoland
Dengan adanya ILS Cat I (dibaca cat one, ket wan), seorang penerbang dengan Instrument Rating (IR) di pesawat yang dilengkapi dengan radio penerima ILS, dapat menurunkan pesawatnya sampai Decision Altitude (DA) yang tingginya tidak kurang dari 200 kaki (minimum 200 kaki) sebelum melihat landasan dan kemudian mendarat.
Sayangnya seringkali cuaca mempengaruhi jarak pandang dan ceiling sehingga berada di bawah minimum untuk melakukan ILS Cat I. Akibatnya pada waktu jarak pandang turun di bawah 550 meter atau dasar awan turun di bawah 200 kaki di sebuah bandar udara maka semua pesawat tidak dapat melakukan pendaratan di bandar udara tersebut. Contohnya jika ceiling turun ke 150 kaki maka penerbang tidak bisa melihat landasan pada waktu pesawat sampai pada ketinggian 200 kaki.
Low visibility operations
Sebelumnya juga perlu ditekankan bahwa low visibility operations, ILS Cat 2/3 di landasan dan kemampuan Auto Land adalah 3 hal yang berbeda, tidak identik dan perlu dicermati sendiri-sendiri.
- Penerbang: dengan training dan sertifikasi
- Bandar Udara: Kesiapan alat Navigasi bandar udara, ILS Cat I, II atau III dan LVP in force artinya LVP sedang aktif di bandar udara tersebut (untuk menjamin sensitive area dari ILS tidak terkontaminasi). Perhatikan bahwa ILS Cat 1 juga merupakan bagian dari All Weather Operations meskipun tidak memerlukan syarat-syarat yang lain.
- Pesawat: sudah di-sertifikasi dan tidak memiliki kerusakan dengan item MEL yang mempengaruhi kemampuan pesawat.
- Sertifikasi dari maskapai yang bersangkutan untuk mendapatkan approval dari otoritas setempat.
Tulisan ini hanya mencakup 3 faktor pertama di atas dalam lingkup operasi. Sertifikasi maskapai yang dilakukan oleh pihak otoritas tidak akan disinggung dalam tulisan ini.
LVP, Low Visibility Procedures
- Low Visibility Taxi
- Low Visibility Take Off
- Low Visibility Approach dan Landing
Persiapan:
Sebelum melakukan penerbangan dengan LVP, selain persiapan normal yang harus diperiksa adalah:
- Penerbang: harus telah mempunyai sertifikasi melakukan LVP dan current, baik Captain ataupun First Officer.
- Status Pesawat: Periksa semua peralatan yang dibutuhkan untuk melakukan Cat II/III bekerja dengan baik. Biasanya daftar peralatan ini tertulis di QRH (Quick Reference Handbook).
- NOTAM: Periksa peralatan bandar udara yang tidak berfungsi apakah mempengaruhi LVP. Contoh peralatan yang mempengaruhi LVP adalah taxiway dan runway lighting, seperti taxiway light dan runway centerline light. Minimum visibility untuk take off juga bisa terpengaruh oleh lampu-lampu ini. Jika anda menggunakan chart buatan Jeppesen, periksa Take Off minimum RVR/visibility di chart 10-9. Silahkan simak chart 10-9 untuk bandar udara Soekarno-Hatta ini.
Fuel:
Tambahan bahan bakar yang harus disiapkan adalah tergantung pada keadaan. Sebagai patokan tambahan bahan bakar minimal adalah:
- 30 menit untuk taxi (LVOP pada waktu take off)
- 30 menit untuk holding (LVP pada waktu approach/landing)
Briefing untuk awak kabin: Pada waktu melakukan taxi ke runway, penerbang harus berkonsentrasi penuh untuk menghindari runway incursion (masuk tanpa sengaja ke runway). Begitu pula pada waktu melakukan approach. Awak kabin perlu diberitahu untuk tidak memanggil atau masuk ke kokpit kecuali jika ada masalah dengan keamanan penerbangan.
Take off speed: Pada waktu melaju di landasan, jarak pandang yang rendah akan menambah beban penerbang, untuk itu pilih take off speed yang terendah, biasanya dengan flaps yang tertinggi misalnya flaps 3 dipilih karena dengan flaps 3 akan memberikan V1, VR dan V2 yang terendah dibandingkan memakai flaps 2 dengan berat tertentu di runway yang sama.
Low Visibility Taxi
-
Baca airport chart dan hapalkan jalur taxi yang mungkin dilakukan. Beberapa airport mempunyai standard route yang dipakai pada waktu LVP in force. Taxiway centerline light biasanya berjarak 15 meter dan berkurang menjadi 7.5 meter di belokan.
-
Taxi dengan kecepatan maksimum 10 knots, biasanya yang melakukan taxi adalah penerbang di sebelah kiri (CM1) dan penerbang di sebelah kanan (CM2) akan memandu dengan cara membacakan taxiway yang dilewati dan intersection yang akan dilewati, misalnya “ We are on taxyway Alpha, next intersection in the right will be Foxtrot..” Perhatikan semua tanda-tanda yang terlihat, jangan sampai Cat 2/3 holding point terlewati begitu pula semua area sensitif, seperti juga runway.
-
Semua checklist dan kegiatan di kokpit seperti flight control check dilakukan dalam keadaan berhenti dan parking brake on.
-
Jika anda tersesat, berhenti, parking brake on dan beritahu ATC yang akan mengirimkan follow me car. Jangan lupa nyalakan semua lampu agar terlihat.
-
Pada waktu memasuki runway, pastikan anda masuk ke runway yang benar. Nyalakan/ tune ILS runway tersebut, jika sinyal localiser tepat di tengah berarti anda berada di landasan yang benar.
Low Visibility Take Off (LVTO)
Take off alternate:
Pada waktu melakukan Low Visibility Take Off, perhatikan landing minima untuk kembali jika terjadi keadaan darurat. Misalnya Take Off minima kita adalah visibility 150 meter dan landasan yang dipakai mempunyai ILS Cat II dengan minimum visibility 200 meter maka pada waktu visibility 150 meter, kita bisa take off tapi dalam keadaan darurat kita tidak bisa kembali ke landasan tersebut. Jadi jika diperlukan, siapkan take off alternate yang berada dalam jarak 1 jam terbang dari bandar udara asal. Jika maskapai penerbangan anda telah disertifikasi ETOPS maka jarak untuk take off alternate bisa mencapai 2 jam untuk pesawat dengan 2 mesin. Sejauh yang penulis tahu, meskipun sertifikasi ETOPS lebih dari 2 jam, untuk take off alternate maksimum biasanya adalah 2 jam.
Pada waktu melakukan approach, kadangkala visibility berubah-ubah. Bisa membaik, bisa pula memburuk. Pada dasarnya approach ban berarti boleh tidaknya seorang penerbang memutuskan untuk melakukan approach, melanjutkan approach atau membatalkan approach.
Melakukan approach:
- penerbang boleh memulai approach sampai outer marker atau posisi yang equivalen jika weather report berada pada atau di atas minima.
Melanjutkan approach:
- penerbang boleh melanjutkan approach melewati outer marker atau posisi yang equivalen jika weather report berada pada atau di atas minima.
- Jika pesawat sudah melewati outer marker atau posisi yang equivalen dan ternyata cuaca turun di bawah minima maka penerbang dapat meneruskan ke DA/DH, dan jika pada DA/DH, dengan rate of descent normal untuk mendarat,
- jika referensi visual terlihat (lampu, runway) maka approach bisa diteruskan dengan landing.
- jika referensi visual tidak terlihat maka harus go around.
Di CASR 121.651.c kata-kata outer marker dan posisi equivalen disebutkan dengan Final Approach Segment.
Autoland
Autoland adalah sebuah syarat wajib untuk melakukan Cat III Approach. Bagaimana dengan Cat II dan Cat I? Bolehkah kita melakukan autoland pada waktu melakukan ILS Cat 2/1 approach?
Call Out
Contoh call out yang sangat penting adalah "Flare" di pesawat Airbus. Pada waktu melakukan autoland melewati ketinggian 50 kaki, pilot yang memonitor harus berteriak "Flare" jika status auto pilot adalah "Flare". Jika tidak, maka harus ada call "No Flare" dan Pilot Flying harus langsung melakukan go around karena berarti auto pilot tidak melakukan flare untuk autoland dan akan menabrak runway.