Pada tanggal 7 Mei 2011, sebuah pesawat Merpati Airlines tipe Xi’an MA-60 buatan Cina jatuh di Kaimana, Papua Barat. Anehnya di negara tercinta ini yang melarang perjudian, sebelum keluar laporan dari pihak yang berwenang, sudah timbul berbagai spekulasi dari beberapa “ilmuwan” tentang penyebab kecelakaan ini.
---------------
"TEMPO Interaktif, Jayapura - Kepala Operasi Pengisian Pesawat Udara dan Tenaga Teknik Khusus Pengawasan Mutu Bahan Bakar Penerbangan, Bandara Utarum Kaimana, Hayat La Obo, mengatakan pesawat Merpati MA 60 yang jatuh di Teluk Kaimana diduga mengalami gangguan teknis pada gir roda depan. Akibatnya, pesawat tidak dapat mendarat meski jarak dengan landasan sudah sangat dekat. " Berita di atas di kutip dari : http://www.tempointeraktif.com/hg/nusa_lainnya/2011/05/11/brk,20110511-333780,id.html
---------------
"Hayat mengemukakan, “Saya berani bertanggung jawab atas pernyataan ini karena ini pengalaman saya bertahun-tahun.”
---------------
“Buktinya karena pesawat kemudian kembali naik dan berputar. Bukan karena mereka tidak menemukan celah untuk mendarat tapi karena gir roda depan yang tidak bisa keluar,” kata Hayat, Rabu, 11 Mei 2011. “Dugaan itu diperkuat dengan ada unsur kesengajaan dengan mendarat di air,” Hayat menambahkan.
---------------
Akhirnya laporan final resmi dikeluarkan oleh KNKT yang tautannya bisa anda dapat di link di bagian bawah artikel ini dan ini saatnya kita meminta pertanggungjawaban para ahli “sotoy” (sok tahu- admin) yang bertebaran bak mie instan siap saji termasuk para anggota dewan yang terhormat yang menumpang terkenal dengan segala macam komentarnya. Berbeda dengan mie instan yang memang sukses dirancang untuk tersedia secara instan, maka komentar ahli instan ini sangat menyesatkan banyak pihak terutama keluarga korban baik dari awak pesawat ataupun penumpang yang bertanya-tanya dalam kesedihan mereka.
Mari kita uraikan laporan ini dan seperti ditulis di bagian depan laporan dari KNKT, tulisan ini juga bukan untuk menyalahkan seseorang atau sebuah pihak dan tulisan ini juga tidak bisa dipakai sebagai sebuah bukti untuk sebuah kasus pidana atau perdata. Tulisan ini dibuat semata-mata untuk meningkatkan keselamatan penerbangan, mempelajari kesalahan yang sangat mahal harganya agar tidak terjadi lagi dan mengerjakan rekomendasi yang diberikan oleh ahlinya yang tertulis dalam laporan KNKT.
Tulisan ini juga dibuat dengan bahasa sesederhana mungkin yang tujuannya memperjelas pemahaman bagi pemula atau orang yang cukup awam dalam penerbangan. Untuk menjelaskan beberapa aspek teknis yang tidak tertulis dalam laporan KNKT, penulis menambahkan beberapa kalimat dan komentar dari latar belakang pengetahuan penulis sebagai penerbang. Bantuan anda untuk mengkoreksi segala kesalahan ejaan atau penjelasan bisa dikirimkan ke Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya..
Jika anda tidak suka dengan bahasan teknis dan lebih senang pemberitaan sensasional, laporan ini isinya hanya melaporkan kecelakaan terjadi karena human error, kesalahan manusia (baca:pilot). Titik. Anda tidak perlu meneruskan bacaan anda ke bawah ini.
Laporan KNKT ini dibuat berdasarkan analisa data dari black box yang terekam dengan baik dan simulasi penerbangan di simulator pesawat MA-60.
Penerbangan hari itu, dimulai pukul 12:45 WIT dari bandar udara Domine Eduard Osok, Sorong, Papua Barat ke bandar udara Utarom, Kaimana, Papua Barat dengan perkiraan waktu kedatangan pukul 13:54 WIT. Di dalam pesawat, isinya 2 orang penerbang, 2 awak kabin, 19 penumpang yang terdiri dari 16 orang dewasa, 1 anak dan 2 bayi.
Penerbangan ini adalah penerbangan IFR (Instrument Flight Rules) yang terbang berdasarkan instrumen meskipun di Kaimana sendiri tidak tersedia alat untuk melakukan instrument approach, jadi pendaratan akan dilakukan secara VFR (Visual Flight Rules) yang berdasarkan visual, penglihatan penerbang.
Bagi awaknya sendiri, penerbangan itu adalah penerbangan ke-empat dari jadwal sehari penuh yang dimulai dari Jayapura ke Nabire (MZ 8234), Nabire ke Kaimana lalu ke Sorong (MZ 8967), Sorong ke Kaimana dan seharrusnya Nabire (MZ 8968), dan dari Nabire ke Biak (MZ 8019).
Pesawatnya yang sempat diributkan terbuat dari kayu dan tidak disertifikasi oleh FAA otoritas penerbangan di Amerika Serikat yang tidak ada hubungannya dengan otoritas penerbangan kita, adalah pesawat baru, gres, dari pabrik dengan registrasi PK-MZK buatan Xi ‘An Aircraft Industry (XAC), Cina, model/tipe : MA 60, buatan tahun 2007 dengan surat kelaikan udara nomor: 2807 berlaku sampai tanggal 3 Maret 2012.
Saat tulisan ini ditulis Merpati Airlines adalah satu-satunya perusahaan di Indonesia yang mengoperasikan pesawat MA-60 ini yang disertifikasi oleh badan penerbangan Cina CAAC dan disahkan oleh Indonesian Directorate General of Civil Aviation (DGCA) dengan TC no A066 yang seharusnya merupakan pengesahan sebuah tipe pesawat berdasarkan PKPS (Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil) Part 21, Part 25, Part 33, Part 34, Part 35, Part 36 dan Part 121.
PIC, Pilot In Command, yang dikenal dengan Kapten penerbangan, mempunyai lisensi ATPL (Airline Transport Pilot License) yang dikeluarkan tahun 1983 dengan type rating Fokker 100 dan MA-60. Jam terbang totalnya 24470 jam dengan total jam terbang di MA-60 baru 199 jam 5 menit. Beliau masuk perusahaan ini pada tahun 1977 sebagai copilot DHC 6 Twin Otter yang beroperasi di Bali. Setelah beberapa saat dalam karirnya kemudian menerbangkan Fokker 27, Fokker 28 dan Fokker 100. Pada tahun 2010 mendapatkan pelatihan untuk menerbangkan pesawat MA-60 dan menyelesaikan pelatihannya pada tanggal 13 Januari 2011.
SIC, Second in Command atau First Officer atau dulu sering disebut copilot mempunyai lisensi CPL (Commercial Pilot License) sejak 30 Juli 2007, dengan total tercatat 370 jam dan total jam di MA-60 sebanyak 234 jam 25 menit. Beliau bergabung dengan perusahaan pada bulan November 2007 dan menyelesaikan pelatihan di pesawat MA-60 pada bulan Juni 2008.
Ada sedikit kekurang-akuratan dari penulisan angka jam First Officer, yang menurut penulis mungkin adalah kesalahan perhitungan jam terbang yang diberikan oleh perusahaan terhadap penyelidik KNKT. Berikut adalah kemungkinan total jam yang bersangkutan menurut penulis:
Sekolah pilot (CPL): 150 jam
Jam di MA-60: 234 jam
Total 384 jam (bukan 370 jam)
Pada akhirnya berapapun angka yang benar, kesimpulan awal penulis adalah, Second in Command adalah penerbang baru dengan jam terbang masih terbatas.
Pada sebuah penerbangan dengan pesawat multi-crew, biasanya kedua penerbang akan terbang secara bergantian yang satu sebagai Pilot Flying (PF) dan yang lainnya sebagai Pilot Monitoring (PM). Pilot Flying akan menerbangkan pesawat (take off, cruise dan landing) dan Pilot Monitoring akan melakukan komunikasi radio dan membantu PF. Pada penerbangan dari Sorong ke Kaimana, SIC berperan sebagai PF dan Kapten sebagai PM.
----------------------------------
Sebelum terbang dari Sorong, kedua penerbang diberi informasi oleh dispatcher di Sorong bahwa kondisi cuaca di Kaimana pada pukul 1200 WIT, saat itu cukup baik , hujan dekat bandar udara, jarak pandang horizontal 8 km, awan di 1400 kaki, angin 6 knots dan suhu 29°C. Seperti sudah disinggung sebelumnya, penerbangan ini akan diakhiri dengan VFR, yaitu terbang dengan visual, sehingga jarak pandang 8 km meskipun ada hujan, lebih dari cukup karena minimum jarak pandang untuk VFR adalah 5 km.
- Kondisi pesawat.
- Kondisi cuaca apakah memenuhi syarat.
- Kondisi bandar udara (NOTAM).
- Cara melakukan approach (mendekati bandar udara) dan landing.
- Rencana cadangan jika approach atau landing gagal karena sesuatu sebab termasuk landasan tidak terlihat.
- Rencana diversion, mengalihkan pendaratan ke bandar udara lain yang sudah ditentukan sebagai bandara alternatif.
Pada penerbangan ini tidak terbukti bahwa kedua penerbang melakukan approach briefing. Setelah melakukan briefing, biasanya ada pula approach checklist yang harus dibaca salah satu penerbang dan dijawab oleh penerbang lainnya untuk memastikan bahwa prosedur sudah dilakukan semuanya. Jika ada yang terlupa maka checklist menjadi gerbang terakhir pengingat prosedur penting yang harus dilakukan.
Dari laporan KNKT ini juga tidak terbukti kedua penerbang melakukan approach checklist. Bahkan menurut laporan ini hanya sedikit percakapan antara kedua penerbang yang terekam di Cockpit Voice Recorder. Perintah yang diberikan oleh PIC pun menggunakan kalimat/frase (phraseology) yang tidak baku seperti yang tertulis di Buku Pedoman Operasi (Company Operations Manual, COM) dari perusahaan. Sayang laporan KNKT ini tidak memberikan contoh standard phraseology yang tertulis di COM.
Sebelum kembali pada approach checklist, di pesawat MA-60 ini batas kekuatan mesin yang dipakai bisa diatur dengan tombol ERS (Engine Regime Selector) yang akan membatasi tenaga mesin tergantung pada fase penerbangan. Hanya ada 1 setting yang bisa dipilih di satu saat.
POWER SELECTION |
JET THRUST (LBS) |
PERCENT TORQUE |
TOGA |
325 |
106.3% |
MAX CONT |
325 |
106.3% |
MAX CLIMB |
268 |
87.6% |
MAX CRUISE |
262 |
85.6% |
Di sini bisa kita lihat bahwa pada waktu pesawat berada di ketinggian jelajah (CRUISE) dan tombol ERS dipilih ke MAX CRUISE maka torsi maksimum yang bisa diberikan oleh mesin adalah 85,6%.
Pada waktu take off dan landing, tombol yang harus dipilih adalah tombol TOGA (Take Off/Go Around). Maksudnya Go Around adalah manuver untuk membatalkan pendaratan karena itu butuh tenaga maksimum untuk naik, sama dengan pada waktu take off. Torsi maksimum yang bisa didapat dengan seleksi TOGA ini adalah 106,3%.
Kedua penerbang sepertinya lupa mengubah ERS dari MAX CRUISE ke TOGA. Jika keduanya membaca approach checklist maka ada pengingat di approach checklist tersebut untuk memilih TOGA di ERS.
Pada pukul 13:25 WIT, setelah melewati sebuah posisi yang dinamakan JOLAM, awak MZ 8968 menghubungi Kaimana Radio dan diberitahu bahwa cuaca di Kaimana hujan, jarak pandang 3-8 km, awan Cumulonimbus pada ketinggian 1500 kaki, angin hanya 3 knots, suhu 29°C.
Komunikasi terakhir terjadi sekitar 13:50 WIT, pada waktu awak MZ 8968 menanyakan keadaan cuaca dan AFIS Officer memberi tahu jarak pandang hanya 2 kilometer.
Dalam perjalanannya MZ 8968 tidak melalui rute yang dikendalikan oleh ATC (Air Traffic Controller) atau dalam bahasa Indonesia disebut petugas PLLU (Pengatur Lalu Lintas Udara). Sebagai gantinya ada fasilitas AFIS (Aerodrome Flight Information Service) sebuah unit operasi komunikasi, yaitu Kaimana AFIS yang memberi informasi yang dibutuhkan oleh sebuah penerbangan dari atau menuju bandar udara yang dilayani oleh unit AFIS tersebut.
Pada pukul 13:29, penerbang melaporkan sudah turun dari ketinggian FL155 (15500 kaki) dengan posisi 62 nm, (nautical mile atau mil laut) dari Kaimana. Kaimana AFIS melaporkan bahwa terjadi hujan lebat di atas bandar udara.
PIC menanyakan daerah yang bersih dari cuaca buruk dan diberitahu bahwa sebelah selatan bandar udara lebih cerah.
Pada pukul 13:31 PIC memberitahu SIC untuk terbang ke sebelah selatan bandar udara dan keduanya berdiskusi tentang terbang ke area tersebut. Empat menit kemudian PIC memerintahkan SIC untuk mengurangi kecepatan pesawat.
Pada pukul 13:37 penerbang MZ 8968 melaporkan posisi 7 nm dari dan baru saja melewati 8000 kaki. Kaimana AFIS memberi laporan cuaca terakhir, angin dari 260°, 4 knots, jarak pandang hanya 2 kilometer dan dasar awan 450-550 meter.
PIC kemudian bertanya jarak pandang untuk runway 01 yang juga dijawab 2 kilometer. Perlu diingat juga bahwa untuk mendarat secara visual dibutuhkan jarak pandang 5 kilometer. PIC meminta SIC untuk menurunkan power. Dengan jarak pandang hanya 2 kilometer ini tidak seharusnya penerbang meneruskan approach secara visual.
Pada pukul 13:44, SIC meminta untuk turun ke ketinggian untuk melakukan circuit pattern, dan PIC setuju, mereka turun ke circuit pattern altitude, menurunkan flaps dan semenit kemudian awak kabin memberi tahu bahwa mereka siap untuk mendarat. Cabin ready.
Pada seluruh penerbangan, terekam bahwa PIC memberikan perintah-perintah untuk mengendalikan pesawat pada SIC, penerbang baru, yang menunjukkan jurang pemisah komunikasi antara keduanya dan mungkin indikasi kurang percayanya PIC pada pengalaman yang dimiliki SIC. Hal ini juga ditunjukkan dengan kemudi yang diambil alih oleh PIC di saat-saat terakhir. Hal ini menambah beban kerja PIC dan mengurangi kewaspadaan pada situasi yang ada.
Menit-menit terakhir
Pukul 13:45, landing gear down, ketinggian 1274 kaki, kecepatan 151 knots.
SIC meminta untuk berbelok karena terlalu jauh dari landasan, PIC menyatakan mereka mencari daerah yang terlihat jelas (clear) tidak masalah dengan jarak dengan landasan.
Pukul 13:46, 1357 kaki, PIC menyatakan bahwa approach tidak bisa diteruskan, dan menanyakan pada Kaimana AFIS keadaan terakhir, yang dijawab masih hujan dan runway 01 masih terlihat dari tower. SIC berkata bahwa dia melihat daratan.
PIC memberi tahu flaps 25, perlu diketahui bahwa pesawat MA 60 ini tidak memiliki flaps 25. Flapsnya sendiri bergerak ke posisi 15. Diduga kuat prosedur ini adalah prosedur yang ada pada pesawat Fokker 100 yang sebelumnya diterbangkan oleh PIC.
13:47 PIC meminta SIC untuk menurunkan power, autopilot mati, 960 kaki, kecepatan pesawat 153 knots, sudut kemiringan pesawat 8°, arah hidung pesawat (heading) 238°.
Tenaga mesin: Torque 17% di mesin kiri dan 22 % di mesin kanan.
Kemudian PIC mengambil alih kemudi dari SIC, ketinggian 654 kaki, 155 knots, sudut kemiringan (bank angle) 20° ke kiri, heading 360°.
Altimeter adalah indikator ketinggian pesawat berdasarkan tekanan udara sedangkan radio altimeter adalah indikator ketinggian pesawat berdasarkan ketinggian pesawat sebenarnya di atas permukaan baik air ataupun daratan.
EGPWS adalah alat yang bisa mendeteksi jika pesawat mendekati daratan/air/pegunungan dan akan memberi peringatan. Peringatan yang diberikan antara lain ketinggian di atas permukaan berdasarkan radio altimeter dalam satuan kaki/feet: "two hundred", "one hundred", "fifty", dan lainnya, serta kalau pesawat mendekati permukaan dengan cepat alat ini akan berteriak: "TERRAIN, TERRAIN!".
13:48.05 PIC bertanya tiga kali apakah SIC melihat landasan dan dijawab dengan tidak terlihat, ketinggian tinggal 456 kaki, 149 knots, bank angle 26° ke kanan, heading 340°.
13:48.32 Putaran mesin dinaikkan dan PIC meminta untuk menaikkan ke flaps 5 dan menaikkan roda, naik ke 537 kaki, 123 knots, bank angle 29° ke kiri. Torsi mesin dinaikkan ke 70% di mesin kiri dan 82% di mesin kanan, heading 357°.
13:48.34 Bank angle bertambah menjadi 33° ke kiri, di 585 kaki, kecepatan turun menjadi 125 knots, Torsi 70% di kiri dan 82% di mesin kanan, heading menjadi 343°.
13:48.36 Suara peringatan roda pendarat berbunyi. 550 kaki, 125 knot, bank angle bertambah 35° ke kiri, heading 339°.
13:48.37 Flap mencapai posisi 5 pada ketinggian 547 kaki, 129 knots, bank angle 36° ke kiri, Torsi mesin masih 70% di mesin kiri dan 82% di mesin kanan, heading 335°.
13:48.39 Flap mencapai posisi 0, bank angle 38° ke kiri, 482 kaki, 140 knots airspeed, Torsi mesin masih 70% di mesin kiri dan 82% di mesin kanan, heading 326°.
Perhatikan kurang dari 2 detik, pesawat “jatuh” dari ketinggian 547 ke 482 kaki.
13:48.43 EGPWS berbunyi “two hund….” Seharusnya “two hundreds” tapi diputus oleh suara peringatan lain “TERRAIN, TERRAIN!”. Tinggal 151 kaki, 158 knots, bank angle 28° ke kiri, vertical speed 2944 fpm!. Dengan kecepatan vertical 2994 feet per minute ini, dari ketinggian 151 kaki hanya butuh waktu 3 detik untuk sampai di permukaan laut, pesawat jatuh! Inna lillahi wa inna ilaihi rajiuun.
1348.45 End of recording.
Kurang dari 5 menit, pesawat turun dari 1274 kaki ke 376 kaki lalu naik lagi ke 585 kaki. Kedua penerbangnya kemungkinan mencoba melihat keluar mencari landasan tidak memperhatikan indikasi ketinggian dan kemiringan pesawat. Kemiringan pesawat bertambah dari 11° ke 38° sebelum akhirnya pesawat jatuh ke laut dengan kecepatan vertical sekitar 3000 kaki per menit. Perlu diketahui berbelok yang normal biasanya bank angle sebuah pesawat diatur kurang dari 30°.
Petugas AFIS Kaimana yang sedang tidak bertugas mendapat telepon dari seorang saksi yang melihat kejadian tersebut sementara petugas yang sedang bertugas tidak bisa melihat karena pandangan ke posisi kecelakaan terhalang pepohonan.
Setelah laporan tersebut, 4 orang petugas penyelamat, diikuti sebuah ambulans, 8 orang sekuriti dan 10 orang staff bandar udara segera bergerak menuju lokasi kejadian.
Lokasi kecelakaan adalah 800 meter dari ujung runway 01 atau sekitar 550 meter dari garis pantai. Reruntuhan pesawat tenggelam antara 7-15 meter di bawah laut dan tersebar pada daerah seluas 100m x 200m. Pengumpulan reruntuhan pesawat dimulai pada tanggal 20 Mei 2011 dan berakhir pada tanggal 31 Mei 2011.
Beberapa hasil temuan penyelidikan
- Disiplin kokpit yang rendah menunjang terjadinya kecelakaan ini. Hal ini termasuk tidak adanya briefing dan checklist yang tidak dibaca.
- Dokumen yang diperlukan sebagai buku pegangan penerbang untuk mengoperasikan pesawat ini dan buku petunjuk pemeliharaan pesawat ditulis dalam bahasa Inggris yang tidak baku.
- Temuan lain yang berhubungan dengan proses sertifikasi pesawat adalah, rekaman DFDR tidak termasuk lateral & longitudinal acceleration yang merupakan parameter wajib di peraturan keselamatan Indonesia meskipun kedua parameter tersebut tidak wajib di negara asalnya, Cina.
- ELT yang harusnya mengirimkan sinyal darurat tidak bekerja dengan alasan benturan dengan air laut.
- Tidak ada bukti awak pesawat pernah mendapatkan latihan EGPWS.
- Penjadwalan 2 orang dengan jam yang rendah di sebuah tipe pesawat, menurut dokumen perusahaan, tidak boleh ada sepasang penerbang dengan jam terbang kurang dari 250 jam bersama-sama menerbangkan pesawat.
- Silabus training di Merpati adalah simulator 8 session untuk transisi, 15 session untuk ab initio, dan 100 jam line training, sedangkan standard dari pabrik adalah 22 session .
Sumber:
Final Report No. KNKT.11.05.10.04
PT. Merpati Nusantara Airlines
Xi 'An MA-60, PK-MZK
Utarom Airport, Kaimana - Papua Barat, 7 May 2011
Republic of Indonesia