Meskipun penerbangan IFR untuk helikopter adalah sesuatu yang lebih baru dibandingkan dengan penerbangan IFR untuk pesawat terbang, penggunaan GPS dan perangkat lainnya seperti WAAS (Wide Area Augmentation System) menambah prosedur yang sudah ada seperti ILS, VOR dan NDB approaches. Di beberapa tempat, RNAV (GPS) approaches dipakai untuk mendarat baik di runway maupun di heliport.
 
Sangat disayangkan banyak operator yang tidak melengkapi helikopternya dengan perangkat terbang instrument flight rules dengan alasan berat perangkatnya mengurangi load yang bisa dibawa. Padahal kemampuan mendarat dengan Instrument approaches ini menambah efisiensi, keselamatan dan utilitas helikopter yang digunakan oleh operator.

Pabrik helikopter juga berusaha untuk meningkatkan kemampuan terbang IFR bagi helikopter contohnya dengan menurunkan Minimum Instrument Airspeed (VMINI), kecepatan jelajah yang lebih tinggi, autopilot yang lebih canggih dan Flight Management System. Begitu pula untuk terbang di daerah dingin, pada tahun 2005, sebuah helikopter sipil pertama disertifikasi untuk flight into known icing condition di USA. 

Helikopter sipil yang dimaksud dalam tulisan ini adalah helikopter yang dioperasikan berdasarkan CASR/PKPS part 91 dan 135. Sedangkan sertifikasi untuk helikopternya sendiri ada di CASR/PKPS 27 dan 29. Pengoperasian yang mengikuti part 91 adalah helikopter yang tidak disewakan untuk penerbangan komersial contohnya:

  • Helikopter pribadi.
  • Helikopter milik perusahaan yang tidak disewakan (corporate helicopter).
  • Helikopter untuk siaran radio atau TV (milik perusahaan radio/TV).
  • Sekolah penerbang.

Sedangkan pengoperasian untuk tujuan komersial seperti charter harus merujuk pada part 135. Perlu diingat bahwa pengoperasian berdasarkan part 135 lebih ketat dibandingkan dengan part 91. Biarpun bukan charter, Ambulans/Helicopter Emergency Medical Service (HEMS) masuk di part 135  dan mungkin dengan tambahan aturan khusus, begitu juga beberapa pengoperasian aerial work seperti menarik banner, pemadam kebakaran, penerbangan untuk hujan buatan, aerial survey, photography dan lainnya. Khusus untuk pemotretan pemandangan tidak termasuk dalam kategori ini (tidak harus part 135). Lengkapnya ada di Part 135 bagian Appendix Description of Aerial Work Operations.

Mengenali helikopter masing-masing 

Sebelum terbang IFR, seorang penerbang helikopter harus familiar dengan perangkat yang menjadi persyaratan di helikopter masing-masing. Bahkan dengan helikopter yang bermerek, model dan seri yang sama mungkin punya persyaratan yang berbeda. Keragaman dari perangkat avionik yang terpasang menyebabkan perbedaan ini, begitu pula tingkat augmentasi (tambahan kemampuan/kemudahan) yang dibutuhkan untuk pengoperasian  sebuah helikopter. Automatic Flight Control System/Autopilot/Flight Director (AFCS/AP/FD) yang terpasang di sebuah helikopter mungkin cukup rumit untuk dioperasikan. Untuk beberapa jenis helikopter mungkin pelatihan secara formal berupa AFCS/AP/FD complexity training diperlukan untuk mendapatkan pengetahuan untuk pengoperasian, limitasi, indikasi kegagalan dan mode reversion.

Mode reversion adalah mode dari AFCS/AP/FD pada saat mode yang berlaku/digunakan waktu itu mengalami kegagalan dan digantikan dengan basic mode.

Untuk mendapatkan sertifikasi IFR, sebuah helikopter harus memiliki kriteria dan perangkat yang diuraikan di CASR 27 (Normal Category helicopter) atau 29 (Transport Category helicopter) bagian Appendix B.

Persyaratan ini dibagi menjadi:

  • flight and navigation equipment,
  • miscellaneous requirements
  • stability,
  • helicopter flight manual limitations,
  • operations specifications,
  • dan minimum equipment list (MEL).

FLIGHT AND NAVIGATION EQUIPMENT

Perangkat Terbang dan navigasi yang dimaksud di sini adalah perangkat dasar (basic equipment) yang terdaftar di Part 29.1303, dengan amendments dan tambahannya yang ada di appendix B baik di part 27 maupun di part 29.

  • Clock.
  • Airspeed indicator.
  • Sensitive altimeter adjustable for barometric pressure.
  • Magnetic direction indicator.
  • Free-air temperature indicator.
  • Rate-of-climb (vertical speed) indicator.
  • Magnetic gyroscopic direction indicator.
  • Standby bank and pitch (attitude) indicator.
  • Non-tumbling gyroscopic bank and pitch (attitude) indicator.
  • Speed warning device (kalau diminta oleh Part 29).

MISCELLANEOUS REQUIREMENTS

  • Overvoltage disconnect.
  • Instrument power source indicator.
  • Adequate ice protection of IFR systems.
  • Alternate static source (single pilot configuration).
  • Thunderstorm lights (transport category helicopters).

STABILITY

Pabrik helikopter biasanya menggunakan gabungan stabilization dan/atau AFCS untuk memenuhi syarat stabilitas yang ada di part 27 dan 29 yang termasuk:

Aerodynamic surfaces, yang menambah stabilitas atau kemampuan kendali yang umumnya tidak ada di helikopter dengan konfigurasi basic VFR.

  • Trim systems, yang menyediakan cyclic centering effect. System ini biasanya terdiri dari magnetic brake atau perangkat dengan per/spring dan bisa dikendalikan dengan tombol 4 arah (four-way switch) yang ada di cyclic. Sistem ini mendukung “hands on flying”.
  • Stability Augmentation Systems (SASs), menyediakan short-term rate damping control inputs untuk meningkatkan stabilitas helikopter. Seperti juga trim, sistem ini mendukung “hands on flying”.
  • Attitude Retention Systems (ATTs), sistem ini akan mengembalikan attitude helikopter setelah helikopter mendapat gangguan misalnya gust wind. Untuk mengubah attitude biasanya digunakan four-way “beep” switch, atau menjalankan sebuah “force trim” switch di cyclic, yang menyetel attitude yang diinginkan secara manual.
  • Autopilot Systems (APs) menyediakan “hands offflight sepanjang lateral dan vertical path yang ditentukan. Mode fungsionalnya mungkin terdiri dari heading, altitude, vertical speed, naviagation tracking, dan untuk approach. Biasanya Autopilot memiliki sebuah panel untuk memilih mode yang diinginkan dan indikasi dari status mode yang sedang bekerja. Autopilot bisa dipasang bersamaan dengan Flight Director yang berhubungan. Autopilot biasanya mengendalikan helikopter di sumbu roll dan pitch tapi ada juga yang memiliki kendali untuk yaw (pedal control) dan kendali untuk collective.
  • Flight Directors (FDs), menyediakan panduan secara visual bagi penerbang untuk menerbangkan mode operasi tertentu baik lateral ataupun vertikal. Panduan visual ini biasanya adalah sebuah bentuk “single cue” yang disebut “vee bar,” yang ada di attitude indicator dan memberikan panduan attitude yang harus diikuti oleh penerbang. Bentuk Flight Director yang lain bisa berupa “two cue”, dua indikasi yang dikenal dengan “cross pointer system.”. Sedangkan “three cue system” memberikan informasi untuk menempatkan collective selain attitude yang ada di dua sistem sebelumnya. Sistem ini memberitahu penerbang seberapa banyak input yang harus diberikan pada collective pada waktu ada kesalahan pada path atau pada saat kecepatan helikopter melampaui nilai yang sudah ditentukan. Pitch command pada “Three cue system” ini memberikan panduan untuk mengendalikan kecepatan pada waktu menerbangkan sebuah approach dengan panduan vertikal di kecepatan yang lebih rendah dari best-rate-of-climb (BROC) speed. Penerbang tinggal mengikuti informasi panduan yang ditampilkan atau menyalakan autopilot agar mengikuti flight director untuk menerbangkan arah yang diinginkan. Biasanya kendali untuk mode dan indikasi flight director adalah sama dengan untuk autopilot.

Penerbang harus waspada mengenali dengan baik mode-mode yang ada pada sistem-sistem ini, logika kendalinya dan fungsi yang tersedia dan dipakai. Misalnya untuk sistem dengan “three cue” pada saat mengikuti sinyal ILS, collective cue akan bereaksi jika ada penyimpangan pada glideslope sedangkan horizontal bar akan merespon penyimpangan pada airspeed. Tapi pada alat yang sama, jika hanya “two cue”nya yang aktif tanpa panduan untuk collective, maka penyimpangan glideslope akan direspon oleh horizontal bar.

Kewaspadaan ini harus ditingkatkan terutama pada waktu beroperasi dengan dua penerbang.

Pengetahuan yang tinggi dari sistem yang digunakan bukan hanya meningkatkan akurasi pengendalian helikopter tapi juga merupakan dasar dari indentifikasi jika terjadi masalah pada sistem.

MANUAL LIMITATIONS

Sertifikasi untuk IFR bagi helikopter bisa diberikan baik single pilot atau two pilots. Perlengkapan tertentu perlu dipasang dan bekerja untuk pengoperasian dengan dua penerbang dan tambahan perlengkapan biasanya dibutuhkan untuk pengoperasian dengan hanya satu penerbang.

Helicopter Flight Manual berisi daftar sistem dan fungsi yang harus ada dan bekerja pada waktu beroperasi IFR baik dengan satu atau dua penerbang. Seringkali tingkat augmentasi (augmentation level) pada pengoperasian dengan dua penerbang lebih rendah daripada kemampuan total dari sistem yang terpasang, sebaliknya pengoperasian dengan hanya satu penerbang memerlukan tingkat augmentasi yang lebih tinggi.

Helicopter Flight Manual juga memberikan batasan (limitation) yang berkenaan dengan penerbangan IFR. Biasanya batasan ini termasuk tapi tidak terbatas pada:

  • Minimum equipment required for IFR flight (baik single-pilot dan/atau two-pilot operations).
  • VMINI (minimum speed - IFR).
  • VNEI (never exceed speed - IFR).
  • Maximum approach angle.
  • Weight and center of gravity limits.
  • Helicopter configuration limitations (seperti door positions dan external loads).
  • Helicopter system limitations (generators, inverters, etc.).
  • System testing requirements
  • Pilot action requirements (contohnya, tangan dan kaki penerbang harus berada pada kendali pada waktu operasi tertentu, misalnya dengan autopilot  kendali tidak perlu dipegang kecuali pada waktu instrument approach di bawah ketinggian tertentu biarpun sedang menggunakan autopilot).

Hal lain yang perlu diperhatikan adalah batasan kecepatan yang berbeda-beda. Di tabel diperlihatkan beberapa Vmini yang lebih rendah dari pada Go Around Speed (yang ditebalkan dengan warna kuning). Begitu pula pada waktu memasang mode autopilot, biasanya heading mode (mode mengikuti nilai heading di panel) akan memberikan rate of turn yang lebih baik daripada NAV mode (mode yang mengikuti flight plan di FMS).

Juga mode airspeed hold yang ada di beberapa jenis helikopter jika tidak diaktifkan akan berbahaya pada saat go around, karena seharusnya helikopter go around dengan speed tertentu tapi autopilot bukannya membawa helikopter untuk climb tapi akan menerbangkan helikopter secara level flight sampai mendapatkan best rate of climb speed.

 

 

Operations Specifications

Seperti telah diungkapkan sebelumnya, batasan pengoperasian helikopter akan berbeda tergantung dengan spesifikasi operasinya. Misalnya helikopter untuk pelatihan di sekolah penerbang akan mengikuti part 91 sedangkan helikopter untuk pemadam kebakaran mengikuti peraturan part 135 ditambah dengan aturan tambahan yang diperlukan. Setiap pengoperasian dituangkan dalam operations specifications yang bersangkutan.

 

Minimum Equipment List (MEL)

Jika terjadi kerusakan di salah satu peralatan di helikopter, maka helikopter tersebut tidak boleh terbang kecuali ada perkecualian yang tertulis di MEL. Perkecualian ini juga berbeda tergantung pengoperasiannya. Jika ada sebuah alat yang rusak tapi tidak terdapat di MEL maka berarti helikopter tidak boleh terbang sebelum alat tersebut diperbaiki.

IFR Take Off Minimum

Untuk operator part 91 tidak memiliki minimum visibility untuk take off, tapi untuk alasan keselamatan sebaiknya penerbang part 91 mengikuti minimum untuk operator 135 yang lebih aman.

Untuk bisa take off dalam keadaan IMC, minimum untuk helikopter yang dioperasikan berdasarkan part 135 harus memiliki visibility 800 meter (½ statute mile) seperti yang dituangkan di part 91.175 Takeoff and Landing under IFR

91.175 Takeoff and Landing under IFR

(f) Civil airport takeoff minimums. Unless otherwise authorized by the Director, no pilot operating an aircraft under Parts 121, 129, or 135 of the CASRs may takeoff from a civil airport under IFR unless weather conditions are at or above the weather minimum for IFR takeoff prescribed for that airport by the Director. If takeoff minimums are not prescribed by the Director for a particular airport, the following minimums apply to takeoffs under IFR for aircraft operating under those parts:

(1) For aircraft, other than helicopters, having two engines or less __1 statute mile (1.6 km) visibility.

(2) For aircraft having more than two engines __½ statute mile (800 meters) visibility.

  1. For helicopters __½ statute mile (800 meters) visibility.

Batasan lain
Batasan yang lainnya seperti destination weather minimum, alternate minimum, kapan kita diharuskan untuk mempunyai bandar udara alternatif, bisa dibaca di part 91 ataupun 135.
 

Sumber:

Chapter 7, Instrument Procedures Handbook, FAA 8261-1A

CASR Part 27,29, 91, 135