Mungkin kata-kata yang saya pilih kurang tepat, tetapi saya ingin mengatakan bahwa dunia penerbangan adalah dunia yang universal. Seseorang bisa saja dilahirkan di Bandung, menyelesaikan SMA di Jakarta, lulus sekolah penerbangan di PLP Curug dan akhirnya bekerja sebagai seorang pilot di Singapura. Atau bisa juga dengan seseorang yang semasa kecilnya dia habiskan di luar negeri dan akhirnya bekerja sebagai seorang pilot di Indonesia. Maksud saya di sini adalah, dalam dunia penerbangan, seluruh dunia sudah seperti menjadi satu. Kita memiliki peraturan-peraturan baku yang berlaku bagi seluruh negara yang direkomendasikan oleh ICAO; suatu badan di bawah PBB yang membidangi dunia penerbangan melalui beberapa Dokumen dan Annex-nya.

Seperti contoh di atas, tidak dilihat dimana kita menyelesaikan sekolah penerbangan, asalkan sekolah tersebut terdaftar pada negara setempat, memiliki reputasi yang bagus, lulusan sekolah tersebut dapat saja melamar pekerjaan di negara mana saja. Itu berlaku untuk semua jurusan dalam bisnis dunia penerbangan, seperti pilot, teknisi, ATC, FOO, dll.

Menyoroti persoalan sumber daya manusia/SDM dengan dunia yang sangat universal ini, banyak kita lihat perputaran pekerja bisnis dunia penerbangan di seluruh dunia. Seperti contoh, banyak pilot, teknisi, FOO, ATC Indonesia yang bekerja tersebar di Singapura, Malaysia, Vietnam, Qatar, Jepang dan di negara lainnya. Begitu juga banyak kita lihat ekspatriat-ekspatriat asing yang bekerja di Indonesia. Mereka ada yang berkewarga-negaraan Inggris, Argentina, Australia dan lain-lain.

Menanggapi hal ini, saya termasuk orang yang setuju dengan tidak adanya batasan-batasan “tradisional” dalam dunia penerbangan. Yang saya maksud dengan batasan-batasan tradisional tersebut adalah misalnya seperti batasan; harus ijazah dari sekolah tertentu, di negara tertentu, harus laki-laki dahulu, atau mungkin perempuan?, harus agama tertentu, harus orang dari ras tertentu dahulu dan lain sebagainya. Banyak keuntungan yang kita rasakan dengan satu standar Internasional didunia penerbangan. Kemajuan teknologi yang dapat dirasakan diseluruh dunia, informasi-informasi terakhir dunia penerbangan yang dirangkum dari seluruh dunia dapat diakses dimana saja. Kita berbicara satu bahasa; yaitu “aviation english”. Dan masih banyak keuntungan-keuntungan lainnya.

Seharusnya, dengan keadaan yang sangat kondusif ini, di mana informasi sangat mudah didapat, pertemuan-pertemuan antar negara, airlines, praktis-praktisi dunia penerbangan sering dilaksanakan, membuat keadaan atau kondisi dunia penerbangan diseluruh dunia menjadi paling tidak sama tingkat kualitasnya. Karena kita tahu bahwa seluruh peraturan-peraturan yang ada di setiap negara harus mengacu pada peraturan-peraturan ICAO.

Tapi mengapa pada kenyataannya, banyak sekali ketimpangan-ketimpangan yang terjadi. Ada beberapa negara yang sangat maju, aman, teratur, tertib dalam dunia penerbangan di wilayah negara tersebut. Di lain pihak, ada juga beberapa negara yang sangat “amburadul” dunia penerbangannya seperti, dengan sangat berat hati saya katakan Indonesia. Mungkin banyak pihak yang tidak setuju dengan apa yang saya katakan tapi reputasi internasional tentang Indonesia tidak bisa kita hiraukan begitu saja. Seperti semua ketahui, beberapa waktu lampau dan mungkin masih berlaku sampai dengan sekarang, Indonesia mendapat peringatan dan seluruh perusahaan penerbangan yang berasal dari Indonesia dilarang terbang melintasi dan mendarat di negara-negara Uni Eropa. Kemudian negara-negara lain pun bertindak hampir sama, seperti Saudi Arabia, Korea Selatan dan lain sebagainya. Untung pemerintah bertindak cepat memberikan penjelasan atau mungkin berjanji memperbaiki keadaan sehingga peringatan dan larangan terbang untuk Indonesia tidak jadi diberlakukan di negara-negara tersebut. Sehingga bagi saya, larangan terbang tersebut tentu akibat dari buruknya kondisi dunia penerbangan Indonesia.

Ada hal yang menarik yang ingin saya sampaikan disini. Mari kita hitung ada berapa pilot, awak kabin, Teknisi, FOO dan lain sebagainya yang berasal dari Indonesia yang bekerja di Singapura dan Malaysia; tidak perlu kita hitung yang bekerja di negara lainnya. Pasti sangat sulit sekali, jumlahnya mungkin ratusan atau mungkin ribuan. Bahkan pada beberapa perusahaan penerbangan di dua negara tetangga kita tersebut secara kasat mata bisa kita katakan bahwa mayoritas karyawannya adalah orang Indonesia.

Kemudian mari kita lihat Indonesia, sudah sangat sering sekali menjalani audit dari beberapa negara seperti Amerika dengan FAA-nya, Uni Eropa dengan JAA-nya, ICAO audit dan lain sebagainya. Bahkan saya mendengar dari beberapa rekan yang mengetahui, dalam Departemen Perhubungan, ada wakil-wakil dari ICAO atau FAA yang menjadi “advisor” Departemen Perhubungan. Mungkin hanya sementara, tidak sampai saat ini. Tapi paling tidak ini menunjukkan bahwa informasi-informasi penting dari dunia internasional seharusnya sampai kepada pemerintah Indonesia.

Juga dibeberapa waktu lampau dan mungkin saja sampai sekarang kita ketahui bersama bahwa banyak pilot berkebangsaan asing yang bekerja di berbagai perusahaan penerbangan di Indonesia. Tentu saja mereka adalah pilot-pilot yang sarat pengalamannya dan saran pendapat mereka bisa menjadi masukan yang sangat berharga bagi perusahaan tempat mereka bekerja.

Melihat kondisi Indonesia diatas, seharusnya bisa kita simpulkan bahwa Indonesia tidak berbeda jauh dibanding dengan Singapura atau Malaysia. Kita memiliki banyak ekpatriat, menjalankan audit dari negara- negara lain dan ICAO, mempunyai advisor-advisor dari FAA atau ICAO dan sebagainya.

Tapi mengapa Indonesia sampai mendapatkan peringatan dan larangan terbang dari negara lain sementara Singapura atau Malaysia tidak mendapatkan peringatan dari Uni Eropa sedang mereka mempekerjakan banyak orang Indonesia di sana? Mengapa hampir setiap minggu kita mendapat berita bahwa pesawat dari perusahaan ini tergelincir, pesawat dari airlines itu gagal mendarat, pesawat dari salah satu perusahaan penerbangan crash landing dan lain sebagainya. Bahkan kita bisa mengoleksi istilah-istilah baru dari kecelakaan pesawat yang ada di Indonesia. Tentu hal ini sangat mempengaruhi kondite dunia penerbangan Indonesia, bahkan bisa dikatakan bahwa faktor inilah yang menjadikan kondite dunia penerbangan Indonesia terpuruk.

Melihat kondisi ini, saya termasuk orang yang heran dan bertanya dalam hati mengapa keadaan ini bisa terjadi di Indonesia. Sampai sekarang saya masih terus berpikir bahwa apakah mungkin ini dikarenakan oleh manusia-manusia Indonesia sendiri, atau mungkin kurangnya peraturan-peraturan yang ada di Indonesia, atau mungkin tingkat kesejahteraan yang minim seperti gaji kecil dan sebagainya.

Hal ini bukanlah masalah yang gampang untuk diperbaiki. Banyak faktor yang terkait dan membutuhkan kesadaran dari seluruh pihak. Hal ini bisa memakan waktu berabad-abad atau hanya beberapa tahun saja. Itu semua tentu bergantung pada usaha kita bersama. Melalui forum ini, saya ingin mengajak seluruh bangsa Indonesia untuk memberikan sumbang saran bagaimana menyelesaikan masalah-masalah yang ada dalam dunia penerbangan Indonesia. Mungkinkah ini masalah yang menyangkut peraturan-peraturan yang ada? Atau sumber daya manusia Indonesia yang memang menjadi masalah? Atau mungkin ada penyebab-penyebab lainnya yang luput dari mata kita? Sekali lagi, Peran serta aktif kita dalam forum ini sangat diharapkan. Mudah-mudahan hasilnya dapat kita publikasikan di media massa untuk kebaikan bangsa. Amien...