Tulisan ini adalah tulisan ketiga dari tulisan sebelumnya yang berjudul “Apa artinya ICAO” dan “Apa bedanya DKUPPU, FAA dan EASA”.

Dari tulisan sebelumnya kita sudah tahu bahwa ICAO menerbitkan Annexes. Saat tulisan ini dibuat sudah ada 19 annexes yang diterbitkan oleh ICAO. Annexes ini bukanlah hukum nasional tapi konvensi dunia mengenai pembakuan (standard) dan rekomendasi penerbangan untuk negara-negara anggota ICAO.

Annex 1 – Personnel Licensing
Annex 2 – Rules of the Air
Annex 3 – Meteorological Service for International Air Navigation
Annex 4 – Aeronautical Charts
Annex 5 – Units of Measurement to be used in Air and Ground Operations
Annex 6 – Operation of Aircraft
Annex 7 – Aircraft Nationality and Registration Marks
Annex 8 – Airworthiness of Aircraft
Annex 9 – Facilitation
Annex 10 – Aeronautical Telecommunications
Annex 11 – Air Traffic Services – Air Traffic Control Service, Flight Information Service and Alerting Service
Annex 12 – Search and Rescue
Annex 13 – Aircraft Accident and Incident Investigation
Annex 14 – Aerodromes
Annex 15 – Aeronautical Information Services
Annex 16 – Environmental Protection
Annex 17 – Security: Safeguarding International Civil Aviation Against Acts of Unlawful Interference
Annex 18 – The Safe Transport of Dangerous Goods by Air
Annex 19 – Safety Management (Since 14 November 2013)

Secara hukum, standard ini diterjemahkan oleh masing-masing negara anggota ICAO. Indonesia menerapkannya menjadi CASR (Civil Aviation Safety Regulation) yang dibahasa-Indonesiakan menjadi PKPS (Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil).

Negara lain banyak yang menggunakan singkatan CAR (Civil Aviation Regulation) untuk peraturannya. Sedangkan negara Amerika Serikat menyebut aturan mereka dengan FAR (Federal Aviation Regulation). Saya sengaja menyinggung tentang FAR ini karena ada hubungannya dengan sejarah perkembangan CASR.

Apapun namanya, peraturan di setiap negara inilah yang memiliki ikatan hukum (law binding) bagi praktisi penerbangan di setiap negara. ICAO annexes berlaku di dunia internasional sebagai konvensi yang ditaati dan menjadi sumber pembentukan hukum nasional, sedangkan yang berlaku di dalam negeri kita adalah CASR.

Konsep di atas banyak diketahui dengan pengertian yang salah kaprah dalam penerbangan Indonesia. Banyak orang merujuk pada ICAO annexes padahal aturannya sudah tertulis di CASR dan yang lebih penting lagi, mengikuti CASR berarti mengikuti hukum negara Indonesia yang berdaulat penuh di wilayah Indonesia.

Penomoran CASR
Penomoran peraturan sebuah negara sejauh ini tidak diatur dalam ICAO Annexes. Semua negara bebas membuat penomoran aturannya.

Sebagai contoh, EASA sebagai badan penerbangan negara-negara uni-Eropa membuat kumpulan aturan turunan dari 19 ICAO Annexes yang dipisahkan dalam 7 Annexes yang bisa anda lihat dalam bagan di bawah.

Ketujuh EASA annexes ini berisi dokumen-dokumen terkait yang mengatur masing-masing bidang dalam dunia penerbangan di Eropa. Dokumen ini ada yang diberi nomor ada pula yang hanya diberi nama.

Sebagai perbandingan penamaan dokumen, contohnya adalah:

EASA Part-FCL (Flight Crew Licensing) serupa maksudnya dengan CASR part 61 “LICENSING OF PILOTS AND FLIGHT INSTRUCTORS”.

Contoh lainnya, kita juga bisa lihat ada tiga hal yang sama di 3 badan yang berbeda:

ICAO Annex 2, Rules of the air, merupakan induk dari aturan-aturan di bawah ini: 

  • EASA Annex 1, Rules of the air, yang berlaku di negara-negara uni-Eropa,
  • sedangkan di Amerika Serikat dikenal dengan FAR Part 91 “GENERAL OPERATING AND FLIGHT RULES”,
  • di Indonesia yang penomorannya mengikuti Amerika Serikat, juga mempunyai CASR Part 91 “GENERAL OPERATING AND FLIGHT RULES”

Tentunya dokumen yang judulnya hanya menggunakan nama seperti "Part-FCL", tetap mempunyai penomoran untuk ayat-ayat di dalam aturannya.

Misalnya dokumen Part-FCL (Flight Crew Licensing). Judul dokumen ini tidak diberi nomor. Di dalam dokumen EASA Part-FCL berisi aturan dan ayat-ayat aturan EASA untuk lisensi seorang awak terbang yang diberi nomor.

Tentu ada yang bertanya, biarpun sama-sama di Eropa, bukankah setiap negara anggota EASA bisa saja mempunyai keadaan dunia penerbangan yang berbeda. Benar, karena itu dalam peraturan EASA tidak mungkin untuk mengikuti semua aturan itu. Mereka membuat sebuah batasan yang disebut AMC, Acceptable Means of Compliance. Di sana disebutkan minimum hal yang harus dipenuhi, sedangkan sisanya adalah bonus.

Kita bisa lihat di sini, Indonesia menggunakan nomor (part 61) dan nama (judul:) sedangkan EASA hanya menggunakan nama (Part-FCL)

Mari beralih pada negara Amerika Serikat yang mempunyai aturannya sendiri yang disebut FAR. FAR ini jika tidak lebih tua mungkin sama usianya dengan ICAO Annexes dan memiliki aturan yang tadinya berbeda dengan standard ICAO. Misalnya sebelum tahun 1990an, penamaan ruang udara di AS masih mempunyai nama sendiri, tidak mengikuti penamaan dengan huruf A,B,C,D,E,F,G yang disyaratkan oleh ICAO.

Secara perlahan mereka mengubah FARnya agar lebih mendekati pembakuan dari ICAO. Bahkan suhu yang tadinya selalu ditulis dengan Fahrenheit sekarang mulai ditulis dengan Celcius.

FAR mempunyai penomoran untuk setiap judul dokumennya. Penomoran dokumen FAR dari dulu sampai sekarang tidak mengalami perubahan berarti.

Saat ini FAR yang dikendalikan oleh FAA dinomori 1 sampai 199. Di dalam FAR tidak ada hal sejenis AMC (Acceptable Means of Compliance), jadi semua aturan harus ditaati dengan penuh. Penomoran aturan dari 200 sampai 1399 digunakan untuk aturan lain mengenai urusan "Aeronautics and Space" yang tidak diatur oleh FAA.

Dalam sejarahnya, FAR ini juga beberapa tahun lebih tua dari JAR (Joint Aviation Requirements) yang akhirnya menjadi EASA. Banyak negara yang mengikuti penomoran yang sama dengan FAR atau JAR/EASA untuk sebuah dokumen peraturan penerbangan sipil. Penomoran yang mengikuti penomoran dan penamaan dari FAR atau EASA banyak dilakukan oleh negara selain Indonesia. Negara-negara bekas jajahan Inggris banyak yang memakai penamaan dari EASA, sedangkan negara-negara di Amerika selatan, Filipina dan beberapa negara sekutu AS mengikuti penamaan dan penomoran aturan FAR. Alasannya mungkin agar mudah dimengerti oleh praktisi penerbangan dari negara lain. 

Indonesia pada awalnya mempunyai penomoran CASR sendiri yang membingungkan. Pada akhirnya pada pertengahan '90an, CASR baru yang mengikuti penomoran FAR dari Amerika Serikat diterbitkan.

Kenapa kita mengikuti AS? Ada yang bilang ini adalah masalah politik, karena pada saat itu maskapai nasional Garuda Indonesia, menerbangkan rute ke AS dan harus di audit oleh FAA, badan penerbangan Amerika Serikat. Alasan lainnya konon adalah rencana pembukaan pabrik N250 di AS.

Dari hasil audit tersebut ditemukan bahwa CASR Indonesia yang mungkin dibuat tahun ‘60an tidak diperbarui. Sehingga kita terpaksa memperbaruinya dan aturan FAA ini yang dijadikan contoh. Saya bisa katakan, saat itu aturan FAR bukan dicontoh oleh CASR tapi dijiplak dengan mentah. Bahkan di salah satu ayat CASR Indonesia bukannya alamat departemen Perhubungan yang tertulis di CASR tapi saat itu kita masih bisa menemukan alamat FAA.

Saat ini meskipun secara pribadi penulis belum puas dengan pembaruan dan pemahaman CASR hasil jiplakan ini, CASR masih terus diperbaiki untuk memenuhi pembakuan dari ICAO.

Yang masih mengecewakan adalah pemahaman CASR yang tidak disertai dengan pemahaman latar belakang kenapa peraturan ini dibuat. Bahasa ICAO annexes sangat berbeda dengan bahasa di FAR.

Pemahaman akan penerapan FAR di Amerika Serikat bisa menambah kemampuan memahami CASR yang mempunyai kalimat yang hampir sama dengan FAR yang menjadi ibu tiri CASR.

CASR juga tidak mempunyai Acceptable Means of Compliance, karena itu setiap ayat di CASR menjadi aturan yang harus ditaati tanpa kecuali.

Agar lebih fleksibel, ayat di CASR banyak yang mempunyai kalimat “Unless otherwise authorized by DGCA” atau “Unless otherwise authorized by Director”. Kalimat ini memberi kesempatan bagi Direktorat Perhubungan Udara untuk membuat perkecualian. Perkecualian ini bisa lebih ketat atau lebih longgar dari CASR dan dinyatakan dalam sebuah dokumen lain, misalnya sebuah approval document.

Ayat yang tidak memiliki kalimat di atas tidak bisa ditawar. Harus dikerjakan persis seperti yang tertulis. Misalnya di salah satu ayat di CASR part 61 di bawah ini tertulis:
61.83 Eligibility Requirements : Students Pilots
To be eligible for a student pilot licence, a person must : (a) Be at least 16 years of age

Syarat usia minimum 16 tahun untuk siswa penerbang tidak bisa ditawar. Ayat ini hanyalah sebuah contoh saja.

Karena sejarahnya ini, penomoran CASR sangat mirip dengan penomoran di FAR. Isinya pun masih banyak yang sangat serupa. Di bawah ini penomoran yang ada di CASR Indonesia. Silahkan baca sesuai dengan bidang masing-masing. 

  • 1 DEFINITIONS AND ABBREVIATIONS
  • 5 SATUAN PENGUKURAN
  • 11 PROCEDURAL REQUIREMENTS FOR AMENDING AND REPEALING OF, AND GRANTING OR DENYING PETITION OF EXEMPTION, AND SPECIAL CONDITION FROM THE CIVIL AVIATION SAFETY REGULATIONS
  • 21 CERTIFICATION PROCEDURES FOR PRODUCTS AND PARTS
  • 23 AIRWORTHINESS STANDARDS: NORMAL, UTILITY, ACROBATIC, AND COMMUTER CATEGORY AIRPLANES
  • 25 AIRWORTHINESS STANDARDS: TRANSPORT CATEGORY AIRPLANES
  • 26 CONTINUED AIRWORTHINESS AND SAFETY IMPROVEMENTS FOR TRANSPORT CATEGORY AIRPLANES
  • 27AIRWORTHINESS STANDARDS: NORMAL CATEGORY ROTORCRAFT
  • 29 AIRWORTHINESS STANDARDS: TRANSPORT CATEGORY ROTORCRAFT
  • 31 AIRWORTHINESS STANDARDS: MANNED FREE BALLOONS
  • 33 AIRWORTHINESS STANDARDS: AIRCRAFT ENGINES
  • 34 FUEL VENTING AND EXHAUST EMISSION REQUIREMENTS FOR TURBINE ENGINE POWERED AIRPLANES
  • 35 AIRWORTHINESS STANDARDS: PROPELLERS
  • 36 NOISE STANDARDS: AIRCRAFT TYPE AND AIRWORTHINESS CERTIFICATION
  • 39 AIRWORTHINESS DIRECTIVES
  • 43 MAINTENANCE, PREVENTIVE MAINTENANCE, REBUILDING, AND ALTERATION
  • 45 IDENTIFIKASI DAN TANDA REGISTRASI 
  • 47 PENDAFTARAN PESAWAT UDARA
  • 57 CERTIFICATION AND OPERATING REQUIREMENTS FOR DISTRIBUTOR OF AERONAUTICAL PRODUCTS
  • 60 PERALATAN PELATIHAN SINTETIK
  • 61 LICENSING OF PILOTS AND FLIGHT INSTRUCTORS
  • 63 CERTIFIFICATION FLIGHT CREW MEMBER OTHER THAN PILOTS
  • 65 LICENSING OF AIRCRAFT MAINTENANCE ENGINEER
  • 67 MEDICAL STANDARDS AND CERTIFICATION 
  • 69 PERSYARATAN LICENCE, RATING, PELATIHAN DAN KECAKAPAN BAGI PERSONEL PEMANDU LALU LINTAS UDARA
  • 91 GENERAL OPERATING AND FLIGHT RULES
  • 92 SAFE TRANSPORT OF DANGEROUS GOODS BY AIR
  • 101 BALON UDARA YANG DITAMBATKAN, LAYANG-LAYANG, ROKET TANPA AWAK DAN BALON UDARA BEBAS TANPA AWAK
  • 133 ROTORCRAFT EXTERNAL-LOAD OPERATIONS
  • 121 OPERATING REQUIREMENTS: DOMESTIC, FLAG, AND SUPPLEMENTAL OPERATIONS
  • 133 ROTORCRAFT EXTERNAL-LOAD OPERATIONS
  • 135 CERTIFICATION AND OPERATING REQUIREMENTS : COMMUTER AND CHARTER AIR CARRIER
  • 137 AGRICULTURAL AIRCRAFT OPERATIONS
  • 141 CERTIFICATION AND OPERATING REQUIREMENTS FOR PILOT SCHOOLS
  • 142 CERTIFICATION AND OPERATING REQUIREMENTS FOR TRAINING CENTERS
  • 143 SERTIFIKASI DAN PERSYARATAN PENGOPERASIAN BAGI PENYELENGGARA PELATIHAN PELAYANAN LALU LINTAS PENERBANGAN
  • 145 ORGANISASI PERAWATAN PESAWAT UDARA
  • 147 AIRCRAFT MAINTENANCE TRAINING ORGANIZATIONS
  • 170 PERATURAN LALU LINTAS UDARA
  • 171 AERONAUTICAL TELECOMMUNICATION AND RADIO NAVIGATION SERVICES PROVIDER 
  • 172 AIR TRAFFFIC SERVICES PROVIDER
  • 175 AERONAUTICAL INFORMATION SERVICE (AIS)
  • 183 REPRESENTATIVE OF THE DIERCTOR GENERAL ADMINISTRATIVE SANCTION ON VIOLATIONS OF AIRWORTHINESS REGULATIONS
  • 830 NOTIFICATION AND REPORTING OF AIRCRAFT ACCIDENT, INCCIDENT, OR OVERDUE AIRCRAFT AND ACCIDENT/INCCIDENT INVESTIGATION PROCEDURES
  • PKPS SMS SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN