Tanggal 15 November 2010 pagi saya duduk di teras rumah ibu di Mangu Boyolali yang berjarak kurang dari 50 km sebelah timur gunung Merapi. Dari teras rumah ibu saya masih mendengar pesawat tinggal landas dari Bandara Adisumarmo Solo berarti aktivitas Gunung Merapi sama sekali tidak mengganggu penerbangan dari dan ke Solo. Di teras rumah ibu saya abu vulkanik Merapi masih terasa jenes di kaki yang berarti abu vulkanik masih menyebar sampai di rumah ibu yang hanya berjarak 1 km dari Bandara. Kalau saja saya memiliki alat yang mampu memberikan data berapa mg kandungan abu tersebut tentu saya dapat memberikan kontribusi terhadap data-data yang diperlukan sebagai bagian dari proses pengambilan keputusan sebuah airspace menjadi No fly zone atau Fly zone.

Mengapa hanya maskapai asing yang takut terhadap abu vulkanik di Jogyakarta, atau, dengan kata lain kenapa maskapai penerbangan domestik tidak dinyatakan takut terhadap abu vulkanik (tulisan Capt. Chappy Hakim kompas edisi Selasa 9 November 2010 halaman 7). Tentu hal ini akan mengundang banyak pertanyaan termasuk di dalamnya pertanyaan siapakah yang benar dalam menjalankan prosedur, apakah maskapai asing ataukah maskapai domestik? Saya tidak ingin menjawab siapa yang benar dan siapa yang salah, tapi saya ingin menyampaikan sebuah contoh pengambilan keputusan oleh sebuah otoritas penerbangan di Eropa ketika terjadinya erupsi gunung Eyjafjalla di Icelandia pada 15 April tahun 2010., contoh ini tentu saja sangat relevan untuk diterapkan di negara manapun.
 
Sembilan Volcanic Ash Advisory Center (VAAC) di dunia tugasnya memberikan informasi kepada industri penerbangan tentang lokasi dan gerakan awan volcanic ash, sebagai contoh Darwin Volcanic Ash Advisories Center meliputi daerah pemantauan Indonesia, Papua New Guinea , sebagian Philipina dan tentu saja Australia. VAAC akan memberikan semua detail informasi dan memberikan peringatan (warning) kepada Badan Meteorologi dan Area Control Center terkait yang pada akhirnya semua informasi tersebut sampai ke ATC atau Air Traffic Controller. VAAC tidak hanya mendapatkan data dari Satelit namun juga mendapatkan informasi di lapangan yang didapat dari Vulcanologist yang dikirim ke lokasi gunung yang sedang erupsi tersebut, data dari Pireps (Pilot Report) serta badan meteorology setempat.
 
Data-data tersebut dihimpun untuk memberikan informasi seberapa tingkat bahaya dari erupsi gunung tersebut terhadap operasi penerbangan. Selanjutnya pihak otoritas penerbangan negara bersangkutan akan mengambil sebuah keputusan apakah daerah tersebut menjadi daerah No Fly Zone ataukah masih aman untuk operasi penerbangan dengan tanpa membahayakan operasi penerbangan. Airline akan patuh kepada keputusan dari otoritas penerbangan negara bersangkutan dengan pemahaman bahwa pengambilan keputusan tersebut dilakukan demi keselamatan penerbangan. Penerbang sebagai profesi terdepan akan sangat mudah menjalankan tugas untuk memutuskan apakah sebuah penerbangan layak dilakukan atau tidak, tugas penerbang tentu akan lebih mudah ketika harus menjalankan tugasnya karena yakin dan percaya semua data yang didapat lewat NOTAM (Notice to Airman), Sigmet (Significant Metorology) ataupun AshTam (Notice to Airman specifically for volcanic hazard) adalah data real time yang didapat dari VAAC.

Pabrik pembuat mesin pesawat seperti GE juga akan dilibatkan dalam pengambilan keputusan sebuah area menjadi No Fly Zone terutama sekali setelah data-data terkumpul di mana telah diketahui berapa mg kandungan abu vulkanik setiap meter kubiknya, selanjutnya pabrik akan memberikan rekomendasi atas mesin pesawat apakah mampu melewati area tersebut tanpa mengalami gangguan. Setelah suatu area dinyatakan sebagai No Fly Zone area oleh otoritas negara bersangkutan maka tugas Air Traffic Controller ( ATC) memberikan informasi kepada setiap pesawat terbang yang akan memasuki daerah berbahaya dengan konsentrasi abu vulkanik yang pekat. Contoh informasi kepada pilot oleh ATC:

“ You are about to enter a notified High Concentration of Volcanic Ash in your (xxx) o’clock position up to FL (xxx) ATC clearance is prohibited. What are your intention ?”

Apabila sebuah pesawat telah memasuki daerah berbahaya dengan konsentrasi abu vulkanik yang pekat maka ATC akan mengatakan:
 
“You have entered a High Concentration area of Volcanic Ash there is no known traffic to affect you. I am required to report this to authorities. You are advice to fly heading (xxx) degrees and climb/descend to (xxx) vacate the area”.

Sebuah keputusan otoritas penerbangan terhadap No Fly Zone area akan memiliki dampak yang luas sekali baik secara ekonomi, sosial maupun dampak-dampak yang lain. Oleh sebab itu sebuah keputusan terhadap penutupan sebuah bandara harus dilakukan benar-benar dengan pertimbangan terhadap data-data yang benar-benar dapat dipercaya dengan peralatan yang canggih. Keputusan ini pada akhirnya akan memberikan image yang baik terhadap otoritas negara bersangkutan. Penerbangan SAR dan militer tetap diperbolehkan dengan pertimbangan-pertimbangan tertentu.

Negara kita selalu disebut-sebut setiap terjadi sebuah erupsi gunung di manapun karena insident British Airways B747-200 dari Singapura ke Sydney pada tanggal 24 Juni 1982 yang sangat legendaris, di mana keempat mesin jet flame out saat memasuki awan volcanic ash yang dihasilkan oleh letusan Gunung Galunggung. Pesawat ini akhirnya dapat mendarat di bandara Halim Perdana Kusuma dengan selamat.

Ada beberapa cara untuk menghindari kejadian British Airways di atas Gunung Galunggung terulang kembali. Beberapa jalan yang ditempuh antara lain adalah seperti tulisan Captain Fadjar Nugroho di ilmuterbang.com (Peran penumpang penerbangan untuk menghindari Abu Vulkanik) yang berusaha mengedukasi para calon penumpang tentang bahaya penerbangan serta mengajak penumpang untuk membatalkan ataupun menunda penerbangannya. Sebuah tulisan yang cerdas, dengan harapan tidak ada penumpang yang akan melakukan perjalanan ke airport yang berada di area vulcanic ash,dengan tidak adanya penumpang secara otomatis tidak akan ada penerbangan, dan dengan tidak ada penerbangan maka akan tercapai zero accident.

Demikian juga pemikiran perusahaan asuransi yang tidak akan memberikan perlindungan terhadap accident yang disebabkan oleh adanya penerbangan ke area abu vulkanik yang akan memaksa airline untuk tidak melakukan operasi penerbangan ke area yang diketahui adalah area volcanic ash.

Pemikiran adanya sebuah Pilot Union yang kuat yang memiliki kemampuan menolak untuk terbang ke airspace area dengan kepekatan abu vulkanik dan dianggap membahayakan keselamatan penerbangan. Dengan penolakan tersebut berarti juga tidak akan ada penerbangan menuju sebuah airport yang telah terkontaminasi abu vulkanik.

Keputusan penutupan sebuah airspace area tetap saja menjadi tanggung jawab pihak otoritas penerbangan sebuah negara bersangkutan bukan tanggung jawab penumpang apalagi tanggung jawab pihak asuransi ataupun penolakan Pilot………


(disunting dari berbagai sumber oleh Ade Hendriady)